PENDEKATAN FILOSOFIS
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi
Studi Islam
Dosen Pengampu:
Ahmad Sulton, M.Pd.I
Oleh:
Ajeng
Pangestuti (15053002)
Eka
Yatimatul Fitriyah (15053005)
Misbahul
Ulum (15053021)
Mohammad
Aina Sofi (15053022)
Musfirotul
Ullya (15053023)
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL
‘ULUM LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Dengan mengharap
ridlo dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat,
taufiq serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dalam bidang studi Metodologi Studi Islam dengan tema “Pendekatan Filosofis”.
Makalah ini disusun
untuk semua pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi Fakultas Agama Islam supaya
bisa memahami secara mendalam tentang pendekatan filosofis.
Atas
semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak
M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Ahmad
Sulton, M.Pd.I., selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Metodologi Studi Islam,
dan tak lupa kepada teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Demikian,
sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa “Tak ada gading yang tak retak”.
Betapapun kami telah berusaha semaksimal dan seteliti mungkin dalam menyusun
makalah ini, namun tetap tidak tertutup adanya kesalahan-kesalahan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, tegur sapa dari pembaca sangat kami nantikan.
Lamongan,
29 Desember 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar
Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Konsep
Pendekatan Filosofis................................................................... 3
B. Sedekah
Bumi yang Dijadikan Tradisi oleh Masyarakat Jawa................ 4
C. Penerapan
Pendekatan Filosofis dalam Studi Kasus Sedekah Bumi yang Dijadikan Tradisi oleh
Masyarakat Jawa.......................................................................................................... 5
BAB III PENUTUP...........................................................................................
11
A. Kesimpulan.............................................................................................
11
B. Saran ...................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Agama
Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan
ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Seiring
perubahan waktu dan perkembangan zaman, agama semakin dituntut agar ikut
terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti
sekedar disampaikan dalam khatbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan
cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Salah
satu pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami ajaran agama adalah
pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai
nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada
persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian
legalistik atau penelitian filosofis.
Dan
pendekatan filosofis berperan membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari
fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai
keterbukaan, pluralitas dan inklusivitas. Studi filosofis atau filsafat sebagai
pilar utama rekonstruksi pemikiran dapat membongkar formalisme agama dan
kekakuan pemahaman agama.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
konsep pendekatan filosofis?
2. Bagaimana
sedekah bumi yang dijadikan tradisi oleh masyarakat jawa?
3. Bagaimana
penerapan pendekatan filosofis dalam studi kasus sedekah bumi yang dijadikan tradisi
oleh masyarakat jawa?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
konsep pendekatan filosofis
2. Mengetahui
sedekah bumi yang dijadikan tradisi oleh masyarakat jawa
3. Mengetahui
penerapan pendekatan filosofis dalam studi kasus sedekah bumi yang dijadikan tradisi
oleh masyarakat jawa
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pendekatan Filosofis
1.
Pengertian Pendekatan
Filosofis
Secara
harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo
yang artinya cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat
dapat pula diartikan dengan mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab
dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[1] Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta
mengartikan filsafat sebagai suatu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi yang mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala
yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.[2] Pengertian filsafat
yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba.
Menurutnya filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan
universal dengan tujuan untuk mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.[3]
Dari
definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik
objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang
terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Louis O. Kattsof mengatakan bahwa
kegiatan kefilsafatan yaitu merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga
bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan
dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik, dan universal.[4]
Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas dimana
akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak
ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya ialah dilakukan secara teratur
dengan menggunakan metode berpikir tertentu dan universal maksudnya yaitu tidak
dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk
seluruhnya.
2.
Memahami Agama Secara Filosofis
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna,
karena manusia diberikan oleh Allah berupa akal dan nafsu, apabila manusia
hidup dengan dapat mengendalikan semua yang dilakukan dengan akal maka derajat
manusia dapat melebihi malaikat disisi Allah swt, tetapi kalau dalam kehidupan
manusia hanya menggunakan nafsunya maka kedudukan manusia disisi Allah akan
lebih rendah daripada hewan. Hal ini juga berlaku
pada konsep memahami agama dan syari’at-syari’at yang ada didalamnya. Manusia
tidak hanya memeluk Islam, mempercayai Islam dari segi doktrin keturunan saja
yang diberikan oleh orang tua sejak kecil, tetapi manusia juga diwajibkan untuk
mencari dan mengkaji tentang agama. Manusia diwajibkan menggunakan akal
pikirannya untuk memahami semua yang ada di alam semesta, oleh karena itu
dibutuhkan ilmu yang secara khusus mengeksploitasi akal pikiran secara
maksimal, ilmu itu dikenal sebagai ilmu filsafat.[5]
Berpikir
secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran
agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara saksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu
sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya kita membaca sejarah
kehidupan para nabi terdahulu. Maksudnya bukan sekadar menjadi tontonan atau
sekadar mengenangnya, tetapi bersamaan dengan itu diperlukan kemampuan
menangkap makna filosofis yang terkandung dibelakang peristiwa tersebut. Kisah
Nabi Yusuf yang digoda seorang wanita bangsawan, secara lahiriah menggambarkan
kisah yang bertema pornografi atau kecabulan. Kesimpulan demikian itu bisa
terjadi manakala seseorang hanya memahami bentuk lahiriah dari kisah tersebut
tetapi sebenarnya melalui kisah tersebut Tuhan ingin mengajarkan kepada manusia
agar memiliki ketampanan lahiriah dan batiniah secara prima. Nabi Yusuf telah
menunjukkan kesanggupannya mengendalikan farjinya dari berbuat maksiat.
Sementara lahiriahnya ia tampan dan menyenangkan orang yang melihatnya. Makna
demikian dapat dijumpai melalui pendekatan yang bersifat filosofis. Dengan
menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat memberi makna
terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran
yang terkandung didalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan
suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan
kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka
semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki
seseorang.[6]
Karena
demikian pentingnya pendekatan filosofis ini, maka kita menjumpai bahwa
filsafat telah digunakan untuk memahami berbagai bidang lainnya selain agama.
Kita misalnya membaca adanya filsafat hukum Islam, filsafat sejarah, filsafat
kebudayaan, filsafat ekonomi, dan lain sebagainya.
Melalui
pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama
yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi
tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari
pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji,
sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai disitu. Mereka
tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya. Namun
demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin
yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang
bersifat eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan
agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religious (dengan r kecil), sedangkan kebenaran yang bersifat
absolute, universal, dan metahistoris adalah Religion (dengan R besar). Pada titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.[7]
Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya
mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan
filosofis dalam memahami ajaran agamanya, yang contoh-contohnya telah
dikemukakan diatas. Namun, pendekatan seperti ini masih
belum diterima secara merata terutama oleh kaum tradisionalis formalistis yang
cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksanakan aturan-aturan
formalistik dari pengamalan agama.[8]
3.
Cara Kerja Pendekatan Filosofis
Cara
kerja pendekatan filosofis dalam pendidikan ialah dilakukan melalui metode
berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga model, yaitu: model filsafat spekulatif, model
filsafat preskriptif, dan model filsafat analitik.
a.
Filsafat spekulatif ialah
cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara
rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat
raya ini dengan asumsi manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi
dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan
keseluruhan pengalaman.
b.
Filsafat preskriptif
yaitu berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang
nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni,
menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek.
Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan
gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif
memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.
c. Filsafat analitik yaitu memusatkan pemikirannya pada
kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji
sebuah ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan tentang istilah-istilah
yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab
dalam sistem berfikir.[9]
B. Sedekah
Bumi Dijadikan Tradisi Oleh Masyarakat Jawa
1.
Pengertian Sedekah Bumi
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, sedekah bumi ialah acara yang dilakukan setelah
acara panen padi. Tetapi menurut tokoh masyarakat di desa sedekah bumi ialah
acara untuk mengucapkan rasa syukur atas melimpahnya hasil panen di desa dan
untuk meminta perlindungan kepada Allah Swt, dan juga meminta kesuburan tanah
dan garapan para petani. Selain itu juga ada yang bilang dalam acara sedekah
bumi untuk selamatan bumi atau tanah karena semua yang ada di dunia ini
berpijak pada bumi atau tanah, sehingga warga dengan senang hati untuk
menyelamati bumi dengan ruwat bumi karena telah memberikan kesuburan tanam pada
warga.
Para tokoh masyarakat berpandangan bahwa dengan tahun melakukan
sedekah bumi bisa menjaga kelestarian budaya kepada para cucu mereka, karena
dalam acara sedekah bumi diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa, bagi para
pemuda acara ini sangat penting karena bisa menanamkan rasa cinta terhadap alam
dan bisa menjaga alam supaya tidak rusak dan juga bisa dinikmati oleh anak cucu
mereka.[10]
2.
Asal-Usul Sedekah Bumi
Dahulu
ada seorang petapa yang singgah di sebuah alas, petapa itu bernama “Mbah Suradawa”.
Mbah Suradawa adalah orang yang membabat alas atau hutan yang dulunya tidak
berpenghuni. Mbah Suradawa memutuskan untuk membuat rumah di alas itu karena ia
mendapati sumber penghidupan yang bagus di situ, salah satunya ialah tanah yang
subur. Sejak saat itu banyak penduduk yang berdatangan dan menetap di alas
tersebut, oleh penduduk setempat yang semakin banyak jumlahnya dan dengan
persetujuan Mbah Suradawa desa yang dulunya alas itu diberi nama “Desa
Wilayut”. Setelah itu Mbah Suradawa melakukan meditasi di rumahnya untuk
memohon kepada Yang Maha Pencipta agar menjadikan desa tersebut sebagai desa
yang selalu subur dan desa yang memiliki masyarakat yang damai dan cinta
terhadap tanah yang mereka pijak, setelah selesai bermeditasi Mbah Suradawa
menyuruh masyarakat untuk berdo’a kepada Yang Maha Pencipta dan sambil membawa
hasil bumi yang telah mereka peroleh. Setelah acara do’a sebagai rasa syukur
kepada Yang Maha Pencipta selesai dilanjutkan dengan diadakannya acara kesenian
wayang sebagai wujud kesenian dan kreatifitas masyarakat desa. Acara sedekah
bumi itu dilakukan setahun sekali setiap bulan ruwah, karena bulan ruwah oleh
masyarakat Jawa dipercaya membawa berkah, karena ruwah berarti berkah.[11]
3.
Manfaat Sedekah Bumi
untuk Warga Desa
Secara garis besar manfaat dari sedekah bumi ialah meruwat
bumi yang telah memberikan kesuburan bagi tanah para petani dan air yang
melimpah sehingga desa menjadi makmur tidak ada yang kelaparan dan dengan acara
sedekah bumi alam akan baik kepada masyarakat. Manfaat yang umumnya yaitu
memberikan hiburan kepada masyarakat, karena dalam acara sedekah bumi
mempertunjukkan salah satu kesenian, yaitu wayang. Sehingga
acara tersebut sangat dinanti-nanti oleh masyarakat. Selain itu warga sangat
merasakan hasil dari bumi mereka yang selalu diberi air yang bersih, air
mengalir walaupun sedang terjadi musim kemarau, sehingga kebun mereka tetap
dialiri air dan tanaman mereka tidak mati. Sehingga kehidupan masyarakat
sekarang terbilang makmur dari desa tetangga. Karena itu masyarakat desa selalu
bergotong-royong menyelenggarakan acara sedekah bumi, karena mereka ingin
mengucapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa dan sekalian meruwat bumi dan
juga sebagai hiburan budaya bagi masyarakat. Serta untuk generasi muda supaya tidak
lupa pada budaya leluhur mereka dan menanamkan pada setiap generasi muda yang
berada di desa Wilayut. Alam akan cinta pada kita kalau kita menjaga alam
seperti menjaga diri kita sendiri dan apabila sebaliknya kita merusak alam,
maka alam pun akan murka kepada kita dengan mendatangkan bencana alam, dan
membuat tanaman mati. Itulah yang ditanamkan kepada para pemuda di desa Wilayut
sehingga mereka tidak akan lupa pada budaya mereka sendiri.[12]
C. Penerapan
Pendekatan Filosofis dalam Studi Kasus Sedekah Bumi yang Dijadikan Tradisi oleh
Masyarakat Jawa
Berbicara tentang sedekah bumi, sedekah bumi merupakan
upacara adat yang terkait erat dengan kepercayaan orang-orang zaman dahulu akan
adanya dewa-dewa dan mereka percaya bahwa pada segala sesuatu yang mencakup
hajat hidup seorang manusia itu dikuasai dan dijaga oleh dewa-dewa. Dengan
keyakinan akan adanya dewa itu, ditunjukkan dengan adanya penyiapan sesaji
ditempat-tempat yang dipercaya bisa mengabulkan permohonan atau permintaan
mereka, dengan harapan supaya bisa terhindar dari malapetaka atau balak dan bisa
mendapat kemudahan mencapai hasil-hasil usahanya.
Kemudian setelah masuknya islam ke pulau Jawa, tradisi
yang sebelumnya menyembah dewa-dewa ini tidak dihilangkan, melainkan islam
semakin memanfaatkan tradisi lokal ini sebagai media dakwah yang efektif dan
efisien.
Pemanfaatan
budaya seperti ini bisa membuat islam lebih mudah diterima di pulau Jawa.
Misalnya, dahulu sedekah bumi diisi dengan pemujaan dan persembahan sesajen
pada tempat yang dipercaya bisa mengabulkan permohonan mereka, setelah tradisi
sedekah bumi ini diubah substansinya oleh orang islam, ritualnya diisi dengan
pembacaan ayat suci al-Qur’an, tahlilan dan do’a-do’a yang ditujukan kepada
Allah SWT. karena menyembah selain Allah merupakan hal yang diharamkan oleh
agama Islam dan termasuk perbuatan musyrik. Maka sesembahan atau sesajen
tersebut tidak dibuang tetapi hanya diubah substansinya dalam usaha-usaha
mengalihkan kepercayaan itulah terbentuk upacara baru. Ini pertama kali
dilaksanakan pada pemerintahan kanjeng susuhan Syekh Syarif Hidayatullah
(1482-1568 M) bertempat di pusar bumi.
Ritual
sedekah bumi tidak secara langsung muncul atas hasil warisan budaya zaman
dahulu, melainkan peran dari kulturasi agama yang telah memberikan nilai-nilai
budaya. Kepercayaan animisme dan dinamisme menjadi tomabak awal munculnya
ritual sedekah bumi ini, serta tata cara dan tahapan dari ajaran hindu budha
juga ikut serta.
Nilai-nilai
filosofis yang terkandung dalam sedekah bumi menarik untuk dipelajari seperti,
solidaritas, religius, serta kesenian dalam bentuk tarian-tarian, nyanyian,
do’a-do’a yang dilakukan dalam upacara sedekah bumi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan filosofis merupakan
suatu pendekatan yang menekankan seseorang untuk mencari sesuatu atau
memikirkan sesuatu secara mendalam sampai akar-akarnya hingga tidak ada lagi
yang tersisa yang mana jawaban itu dicari sampai batas dimana akal tidak sanggup
lagi. Berpikir
secara filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud
agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat di mengerti dan di pahami secara baik dan benar. Seseorang tidak akan terjebak
sia-sia dalam pengajaran agama yang mereka lakukan. Karena dengan menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang
akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula
menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Semakin mampu menggali
makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap,
penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Cara kerja pendekatan filosofis
dalam pendidikan ialah dilakukan melalui metode berfikir yang radikal,
sistematis, dan universal tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan dalam
tiga model, yakni: model filsafat spekulatif, model filsafat preskriptif dan
model filsafat analitik.
Sedekah bumi merupakan sebuah
acara yang dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur atas melimpahnya panen padi
dalam masyarakat jawa dan meminta perlindungan kepada allah swt supaya garapan
tanah atau sawahnya selalu diberikan keberhasilan atau kesuksesan dalam
menggarap sawah. Asal usul sedekah
bumi bermula saat ada seorang petapa singgah di hutan, yang bernama Mbah
Suradewa. Beliau memutuskan untuk membuat rumah di hutan karena disana bisa
digunakan untuk sumber kehidupan. Sejak saat itu banyak penduduk yang
berdatangan dan menetap di hutan itu. Mbah Suradewa melakukan pemusatan pikiran
atau meditasi untuk memohon kepada Allah supaya diberi kelimpahan rahmat dengan
suburnya tanah atau sawah serta desa yang damai. Setelah selesai bermeditasi,
beliau menyuruh masyarakat desa untuk bertafakur kepada Allah dengan membawa
hasil bumi yang mereka peroleh. Kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan
kesenian wayang. Sedekah bumi dilakukan setahun sekali setiap bulan ruwah,
karena bulan ruwah dianggap masyarakat jawa bulan yang berkah. Adapun manfaat
sedekah bumi adalah mensyukuri atas rahmat yang telah diberikan oleh Allah
kepada masyarakat dan sedekah bumi juga bisa memberikan hiburan kepada
masyarakat seperti pertunjukkan wayang. Serta untuk generasi muda supaya tidak
pernah melupakan warisan atau budaya dari eluhur dan bisa menanamkan pada
dirinya.
Sedekah
bumi termasuk upacara adat yang terkait erat dengan kepercayaan orang-orang
zaman dahulu akan adanya dewa-dewa dan mereka percaya bahwa pada segala sesuatu
yang mencakup hajat hidup seorang manusia itu dikuasai dan dijaga oleh
dewa-dewa. Kemudian setelah masuknya islam ke pulau Jawa, tradisi yang
sebelumnya menyembah dewa-dewa ini tidak dihilangkan, melainkan islam semakin
memanfaatkan tradisi lokal ini sebagai media dakwah yang efektif dan efisien. Adapun
nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sedekah bumi menarik untuk
dipelajari seperti, solidaritas, religius, serta kesenian dalam bentuk
tarian-tarian, nyanyian, do’a-do’a yang dilakukan dalam upacara sedekah bumi.
B. SARAN
Saran dari
penulis yaitu marilah kita terus meneruskan warisan budaya dalam kehidupan
sehari-hari terutama dalam masalah sedekah bumi, karena sedekah bumi termasuk
bentuk rasa syukur kita atas segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepada
kita.
Semoga makalah ini bisa menambah ilmu dan pengetahuan, khususnya bagi para
pembaca dan juga bisa membantu dalam menyelesaikan tugas pembaca dalam masalah
sedekah bumi
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/01/07/pendekatan-pendekatan-dalam-teori-pendidikan/ diakses 22 Desember
2015 pukul 12:01.
http://amanatus1805.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-analisis-sedekah-bumi.html,
diakses 22 Desember 2015 pukul 12:47.
https://apanatschkers.wordpress.com/2012/11/05/pendekatan-filsafat-dalam-memahami-islam/,
diakses 22 Desember pukul 12:45.
https://gudangsejarah.wordpress.com/2013/01/21/sedekah-bumi/, diakses pada 22 Desember 2015 pukul
12:50.
[1] Omar Mohammad
Al-Toumy al-Syaibani dalam Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 42.
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
[4] Ibid, hlm. 43..
[5] Anonim,
dalam
https://apanatschkers.wordpress.com/2012/11/05/pendekatan-filsafat-dalam-memahami-islam/,
Pendekatan Filsafat dalam Memahami Islam,
diakses 22 Desember pukul 12:45.
[9] Uyoh
Sadulloh dalam Akhmad Sudrajat, 2009, dalam alamat web https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/01/07/pendekatan-pendekatan-dalam-teori-pendidikan/,
Pendekatan-Pendekatan dalam Teori
Pendidikan, diakses 22 Desember 2015 pukul 12:01.
[10]Dedi Carter dalam alamat
web https://gudangsejarah.wordpress.com/2013/01/21/sedekah-bumi/, Sedekah Bumi, 2013, diakses 22 Desember
2015 pukul 12:50.
[11] Amanatus
Sholikha, dalam http://amanatus1805.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-analisis-sedekah-bumi.html,Analisis Sedekah Bumi,2014, diakses 22
Desember 2015 pukul 12:47.