Jumat, 01 Januari 2016

Tasawuf dalam Dunia Modern



MAKALAH
PENGANTAR TASAWUF
“TASAWUF DALAM DUNIA MODERN”





Dosen Pengampu:
Drs. H. Abd. Wahib Sholeh, M.Ag.
Disusun oleh:
Kelompok 3 :
1.        Eka Yatimatul Fitriyah
2.        Fatimatuz Zahrotin Nisa’
3.        Musfirotul Ullya

FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami telah dapat menyelesaikan tugas makalah dalam bidang studi Pengantar Tasawuf yang berjudul “Tasawuf dalam Dunia Modern”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu bentuk proses pembelajaran yang diberikan untuk memberikan pembelajaran yang efektif dalam mata kuliah Pengantar Tasawuf di Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan.
Kiranya, makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kepada berbagai pihak untuk memberikan saran, masukan, dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam makalah selanjutnya.
Atas semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Drs. H. Abd. Wahib Sholeh, M.Ag., selaku Dosen Pengampu dalam mata kuliah Pengantar Tasawuf, dan tak lupa kepada teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga bermanfaat. Amin.







Lamongan, 22 November 2015

Penyusun



i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.    Latar Belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.     Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A.    Pengertian Tasawuf.................................................................................. 3
B.     Pengertian Masyarakat Modern............................................................... 6
C.     Ciri-ciri Masyarakat Modern.................................................................... 6
D.    Problematika Masyarakat Modern........................................................... 7
E.     Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern.......................................... 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 11
A.    Kesimpulan............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12









ii


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sesungguhnya tasawuf dalam Islam merupakan pengembangan metode mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, ilmu tasawuf berkembang secara terus menerus seiring perkembangan itu pula. Sejak pertama kali diajarkan ilmu tasawuf dan diamalkan oleh para sufi sejak itu pula masalah-masalah itu timbul atau (controversial) seputar ajaran yang dianutnya. Masalah-masalah ini membuat ilmu tasawuf disebut-sebut sebagai penghambat kemajuan Islam pada abad pertengahan.
Gaya hidup kaum sufi dalam menjalankan ajarannya kebanyakan dengan gaya yang amat sederhana yakni dengan bersikap wara’ qona’ah, menerima pemberian tuhan apa adanya (berserah diri) hal ini menjadi menarik untuk dibandingkan dengan kehidupan modern yang bersifat mewah, bekerja keras, tidak pernah puas dan lain sebagainya yang berbau dunia. Maka timbul suatu pertanyaan “bisakah ilmu tasawuf berkembang dalam kehidupan modern”.  
Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering ditinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya hidup hedonis daripada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem psikis dan fisik. Peluang tasawuf dalam menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala problem manusia, semakin terbentang lebar di era modern ini. Maka dari itu, penulis mencoba untuk mengulas sedikit tentang Tasawuf di Era Modern.

B.     RUMUSAN MASALAH
     Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Tasawuf?
2.      Apa pengertian masyarakat modern?
3.      Apa saja ciri-ciri masyarakat modern?
4.      Apa saja problematika masyarakat modern?
5.      Bagaimana peranan tasawuf dalam kehidupan modern?

C.    TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian dari Tasawuf
2.      Mengetahui pengertian masyarakat modern
3.      Mengetahui berbagai ciri-ciri masyarakat modern
4.      Mengetahui problematika yang dihadapi masyarakat modern
5.      Mengetahui peranan tasawuf dalam kehidupan modern



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TASAWUF
Tasawuf dalam pengertian umum berarti kecenderungan mistisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap keduniaan (asketisme), dan bertujuan membangun hubungan (ittishal) dengan al-mala’ al-a’la yang merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.
Tasawuf menurut Ibnu Khaldun adalah ilmu yang memberi perhatian pada usaha menjaga tata krama bersama Allah secara zhahir dan batin, yakni dengan tetap menjalankan hukum-hukum syariat secara formal sambil mensucikan hati secara substansial sehingga fokus hanya kepada Allah. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman, pengertian tasawuf ini pun selanjutnya berkembang menjadi istilah tersendiri bagi berbagai perilaku mujahadah dan riyadhah yang membawa pelakunya pada penyingkapan hijab indriawi hingga ia memperoleh kasyf dan musyahadat.
Jika dibuat kategorisasi, ragam definisi tasawuf menurut kaum sufi bisa dipetakan sebagai berikut:
         Pertama, definisi-definisi yang menjelaskan sisi-sisi penting tasawuf yang cukup beragam, antara lain sebagai berikut:
1.      Al-Junaid mengatakan: tasawuf pada dasarnya adalah mujahadah melawan hawa nafsu secara berkesinambungan hingga ia tunduk mengikuti syara’, atau ia adalah kesinambungan dzikir dan wajd sambil berkomitmen mengikuti Rasulullah Saw. dalam masalah agama.[1]
2.      Abu Bakar asy-Syibli pernah ditanya mengenai siapa itu sufi, ia jawab: (sufi adalah) orang yang memurnikan hatinya hingga benar-benar murni, mengikuti jejak Rasulullah Saw, mengacuhkan keduniaan, dan menundukkan hawa nafsu.[2]
3.      Abu Sa’id al-Kharraz menyatakan: Tasawuf adalah efisiensi waktu. Katanya lagi, tasawuf berarti proses pemurnian hati hingga ia benar-benar bersih dan penuh dengan cahaya, serta merasakan kenikmatan dzikir.[3]
4.      Ada lagi yang berpendapat: Tasawuf awalnya ilmu, tengah-tengahnya amal, dan akhirnya anugerah dari Allah SWT.[4]
Kedua, definisi-definisi tasawuf yang menekankan aspek moral, antara lain sebagai berikut:
1.      As-Sarraj mengatakan: Muhammad bin Ali al-Qashshab pernah ditanya apa itu tasawuf? Jawabnya: (Tasawuf adalah) akhlak mulia yang muncul pada zaman mulia, dari seorang yang mulia, bersama kaum yang mulia.[5]
2.      Al-Kattani mengatakan: Tasawuf adalah akhlak, barangsiapa yang melebihimu dalam hal akhlak maka ia pun melebihimu dalam hal kesucian hati.[6]
3.      Abu Hafsh al-Haddad mengatakan: Tasawuf seluruhnya adalah adab. Setiap waktu ada adabnya, setiap maqam ada adabnya, dan setiap hal ada adabnya. Barangsiapa menjalankan adab-adab waktu maka ia telah mencapai derajat para tokoh. Dan barangsiapa mengabaikan tata krama maka ia jauh dari sesuatu yang dikiranya dekat, dan bertolak dari apa yang dikiranya diterima.[7]
Ketiga, definisi-definisi yang menekankan pada aspek yang diistilahkan oleh kaum sufi sebagai maqamat yang merupakan usaha-usaha seorang hamba, seperti zuhud dan sabar, antara lain sebagai berikut:
1.      Ma’ruf al-Karkhi mengatakan: Tasawuf adalah merengkuh hakikat-hakikat dan memutus asa dari apa yang ada di tangan makhluk.[8]
2.      Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin al-Khafif mengatakan: Tasawuf adalah sabar menjalani ketentuan takdir, belajar di tangan Sang Maharaja yang Maha Perkasa, dan mengarungi hutan rimba dan belantara padang pasir.[9]
               Keempat, definisi-definisi tasawuf yang menekankan aspek yang diistilahkan kaum sufi sebagai ahwal, seperti kedekatan (al-qurb), keintiman (al-uns), kerinduan (asy-syauq), dan musyahadah.
1.      Abu Ali ar-Rudzabari mengatakan: Tasawuf berarti bening kedekatan setelah keruh kejauhan.[10]
2.      Al-Khazzaz pernah ditanya mengenai pegiat tasawuf, jawabnya: Mereka adalah kaum yang diberi anugerah hingga bersuka cita, ditahan (tidak diberi) hingga miskin papa, kemudian diserulah ia dari lubuk hati yang terdekat: Ingat, menangislah dihadapan Kami.[11]
3.      Dzunnun al-Mashri mengatakan: Sufi adalah orang yang jika berbicara maka bicaranya mengelaborasikan hakikat-hakikat, dan jika diam maka seluruh anggota badannya berbicara.[12]
         Kelima, definisi-definisi yang menekankan hal tertentu yang disebut  oleh kalangan sufi sebagai fana’, antara lain sebagai berikut:
1.      Asy-Syibli mengatakan: Tasawuf adalah kilatan cahaya yang membakar.[13]
2.      Al-Junaid mengatakan: Tasawuf adalah mematikanmu darimu dan menghidupkanmu dengan-Nya.[14]
3.      Abu al-Hasan al-Kharqani mengatakan: Sufi bukanlah orang yang mengenakan jubah dan sajadah sufi, maupun bertingkah sesuai penampilan dan kebiasaannya, tetapi sufi adalah orang yang nireksistensi nafsu diri.[15]
Dari definisi-definisi diatas, bisa ditarik satu benang merah sebagai kesimpulan definisi tasawuf bahwa tasawuf Islam adalah ikatan spiritual transendental yang mempertautkan seorang sufi dengan Maula Junjungannya dan menariknya kepada-Nya sehingga ia tergugah melakukan lebih banyak ibadah dan amal ketaatan serta mengaktualisasikan seluruh akhlak mulia dalam perilakunya.
Prinsip dasar tasawuf adalah zuhud terhadap keduniaan, kemudian menapak naik jenjang-jenjang maqamat dan ahwal, hingga mencapai tahap fana’ dari segala sesuatu selain Allah. Sedangkan tujuan idealistiknya adalah memperoleh makrifat sempurna dari Allah melalui jalur kasyf atau ilham.

B.     PENGERTIAN MASYARAKAT MODERN
Masyarakat modern terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan modern, Masyarakat adalah suatu unit pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu). Sedangkan kata modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dengan demikian secara harfiah masyarakat modern berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) sama-sama saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, mereka berbaur dalam suatu komunitas yang dinamakan masyarakat. Pembaruan itu kemudian melahirkan tindakan yang digunakan dan diakui oleh masyarakat secara umum sebagai suatu hal yang sangat positif, inilah yang nantinya akan menghasilkan kebudayaan.

C.    CIRI-CIRI MASYARAKAT TASAWUF MODERN
Masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Masyarakat modern selanjutnya sering disebutkan sebagai lawan dari masyarakat tradisional. Deliar Noer Menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut:
1.      Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat emosi.
2.      Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3.      Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
4.      Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya.
5.      Berfikir Obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya bagi masyarakat.[16]
Menurut pendapat Alfin Toffler, masyarakat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian; pertama masyarakat pertanian (agricultural society), kedua masyarakat industri (industrial society), dan ketiga masyarakat informasi (informatical society). Terjadinya perubahan masyarakat dari yang bercorak agrikultural dan industri menjadi masyarakat yang bercorak informasi secara teoritis disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena majunya ilmu pengetahuan, mental manusia, teknik dan penggunaannya di dalam masyarakat, komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan manusia (the rising demands). Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat bersama dalam masyarakat secara mengagetkan, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan masyarakat. Dalam situasi yang demikian ini dimensi kerohanian manusia sangat diperlukan oleh setiap orang sebagai kekuatan kontrol dan penyeimbangan arus modernisasi.[17]

D.    PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
Revolusi teknologi dapat meningkatkan kontrol manusia pada materi, ruang dan waktu, menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan. Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut:
1.      Desintegrasi ilmu pengetahuan kehidupan modern antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma (cara pandang) nya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.      Kepribadian yang terpecah (split personality) karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah (split personality).
3.      Penyalahgunaan iptek sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka iptek telah disalahgunakan dengan segala keterlibatan negatifnya.
4.      Pendangkalan iman sebagai akibat lain  dari pola pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya.
5.      Pola hubungan materialistik. Semangat persaudaraan dan rasa saling tolong menolong yang didasarkan atas panggilan iman sudah tidak nampak lagi, karena imannya memang sudah dangkal.
6.      Menghalalkan segala cara sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.
7.      Stress dan frustasi. Kehidupan yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka terus bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah disyukurinya dan selalu merasa kurang. Apalagi jika usaha dan proyeknya gagal, maka dengan mudah ia kehilangan pegangan, karena memang tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh yang berasal dari Tuhan.
8.      Kehilangan harga diri dan masa depannya. Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan hawa nafsu, segala daya dan cara yang telah ditempuhnya. Manusia yang demikian ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya, kemana ia harus berjalan, ia tidak tahu. Mereka perlu bantuan dari kekuatan yang berada diluar dirinya, yaitu bantuan dari Tuhan.

E.     PERANAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
Pada masa yang akan datang tampaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus-menerus dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Namun, masalah moral dan etika akan  ikut mempengaruhi pilihan strategi dalam mengembangkan peradaban dimasa yang akan datang. Hal ini terlihat dalam gejala awal bagi meningkatnya tuntutan hak-hak asasi manusia, ajakan untuk menjadikan agama sebagai motivasi pembangunan, dan kuatnya semangat agama dalam kehidupan privat maupun publik. Disamping itu, mobilitas intelektual yang memiliki komitmen agama benar-benar terjadi, dan ini akan sangat mempengaruhi corak peradaban dimasa yang akan datang.
Dalam kondisi kebudayaan seperti itu, ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada tingkat corak keberagaman umat islam. Kemungkinan itu akan sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang saling menarik. Dengan demikian, kita hanya bisa memperkirakan beberapa kemungkinan corak agama yang akan menjadi mental masyarakat di masa mendatang, yaitu:
1.      Kecenderungan bahwa islam akan semakin kuat. Disini ulama’ tetap memegang peran penting dalam rangka menjaga kemurnian agama, dan karena itu mereka memiliki otoritas untuk berbicara atas nama islam yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
2.      Kecenderungan bahwa islam akan berfungsi sebagai ajaran etika akibat proses modernisasi dan sekularisasi yang secara perlahan-lahan hanya memberikan peluang yang sangat kecil bagi penghayatan keagamaan.
3.      Kecenderungan islam dihayati dan diamalkan sebagai sesuatu yang spiritual sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan industrialisasi.
    Spiritualisme baik dalam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak menjadi kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam tahap perkembangan masyarakat. Untuk masyarakat yang masih terbelakang, spiritualisme harus berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan etos kerja dan bukan pelarian dari ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi tantangan hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat maju (industrial), spiritualisme berfungsi sebagai tali penghubung dengan Tuhan.
     Namun, dalam kehidupan riil mungkin saja terjadi bahwa salah satu aspek ajaran islam ditekankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Bagi masyarakat terbelakang, islam harus digambarkan sebagai ajaran yang mendorong kemajuan. Bagi masyarakat maju (industrial), islam harus ditekankan sebagai ajaran spiritual dan moral. Strategi ini sebenarnya ditujukan untuk menyeimbangkan ayunan pendulum. Ketika pendulum itu bergerak ke ujung kiri, kita harus menariknya ke kanan, begitu juga sebaliknya. Dengan cara ini, maka akan terbangun kehidupan yang seimbang antara lahir dan batin, duiniawi dan ukhrawi, serta individu dan masyarakat. Keseimbangan ini harus menjadi ruh bagi peradaban manusia dalam kehidupan modern sekarang ini.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Tasawuf adalah ikatan spiritual transendental yang mempertautkan seorang sufi dengan Maula Junjungannya dan menariknya kepada-Nya sehingga ia tergugah melakukan lebih banyak ibadah dan amal ketaatan serta mengaktualisasikan seluruh akhlak mulia dalam perilakunya.
Secara harfiah masyarakat modern berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Ciri-ciri masyarakat tasawuf modern meliputi: Bersifat rasional, Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, Menghargai waktu, Bersikap terbuka, Berfikir Obyektif.
Berbagai problematika masyarakat modern antara lain: Desintegrasi ilmu pengetahuan kehidupan modern, Kepribadian yang terpecah, Penyalahgunaan iptek, Pendangkalan iman, Pola hubungan materialistik, Menghalalkan segala cara, Stress dan frustasi, Kehilangan harga diri dan masa depannya.
Peranan tasawuf dalam dunia modern sangatlah berkembang seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Mobilitas intelektual yang memiliki komitmen agama benar-benar terjadi, dan ini akan sangat mempengaruhi corak peradaban dimasa yang akan datang. Bagi masyarakat terbelakang, islam harus digambarkan sebagai ajaran yang mendorong kemajuan. Bagi masyarakat maju (industrial), islam harus ditekankan sebagai ajaran spiritual dan moral. Dengan cara ini, maka akan terbangun kehidupan yang seimbang antara lahir dan batin, duiniawi dan ukhrawi, serta individu dan masyarakat. Keseimbangan ini harus menjadi ruh bagi peradaban manusia dalam kehidupan modern sekarang ini.




DAFTAR PUSTAKA
Hajjaj, Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta: Amzah, 2011.
http://muhtadimaa.blogspot.co.id/2015/01/tasawuf-modern.html. diakses 24-11-2015 pukul 13.30 WIB.
Tim Penyusun, Aqidah Akhlak Kelas XI Semester Genap Madrasah Aliyah, Sragen: Akik Pusaka, 2008.


[1] Al-Qusyairi, ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 553.
[2] Abu Naim, Hilyah al-Auliya’, I/23.
[3] Qasim Ghani, Tarikh at-Tashawwuf fi al-Islam, hlm. 276.
[4] As-Suhrawardi, ‘Awarif al-Ma’arif, hlm. 43.
[5] Ath-Thusi, al-Luma’, hlm. 45.
[6] Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 554.
[7] Al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjub, hlm. 42.
[8] Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 552.
[9] Tarikh at-Tashawwuf fi al-Islam, hlm. 28.
[10]Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 554.
[11] Ibid., hlm. 553.
[12] Hilyah al-Auliya’, hlm. I/22.
[13] Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 554
[14] Ibid., hlm. 551, dan ‘Awarif, hlm. 43.
[15] Al-Jami, Nafahat al-Uns, hlm. 337.
[16] Tim Penyusun, Aqidah Akhlak Kelas XI Semester Genap Madrasah Aliyah. Sragen: Akik Pusaka, 2008,  hlm. 13.
[17] Ibid.,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar