MAKALAH
PENGANTAR TASAWUF
“TASAWUF DALAM DUNIA
MODERN”
Dosen Pengampu:
Drs. H. Abd. Wahib Sholeh, M.Ag.
Disusun oleh:
Kelompok 3 :
1.
Eka Yatimatul Fitriyah
2.
Fatimatuz Zahrotin Nisa’
3.
Musfirotul Ullya
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN EKONOMI
SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami telah dapat menyelesaikan
tugas makalah dalam bidang studi Pengantar Tasawuf yang berjudul “Tasawuf dalam Dunia Modern”.
Penyusunan
makalah ini merupakan salah satu bentuk proses pembelajaran yang diberikan
untuk memberikan pembelajaran yang efektif dalam mata kuliah Pengantar Tasawuf di
Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan.
Kiranya, makalah ini masih sangat
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kepada berbagai pihak
untuk memberikan saran, masukan, dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan
dalam makalah selanjutnya.
Atas semua ini kami mengucapkan
terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak M. Afif Hasbullah, S.H.,
S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Drs. H. Abd. Wahib Sholeh, M.Ag., selaku
Dosen Pengampu dalam mata kuliah Pengantar Tasawuf, dan tak lupa kepada
teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga
bermanfaat. Amin.
Lamongan,
22 November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Pengertian Tasawuf.................................................................................. 3
B. Pengertian Masyarakat Modern............................................................... 6
C. Ciri-ciri Masyarakat Modern.................................................................... 6
D. Problematika Masyarakat Modern........................................................... 7
E. Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern.......................................... 9
BAB
III PENUTUP.......................................................................................... 11
A. Kesimpulan.............................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
12
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sesungguhnya
tasawuf dalam Islam merupakan pengembangan metode mendekatkan diri kepada
Allah. Oleh karena itu, ilmu tasawuf berkembang secara terus menerus seiring
perkembangan itu pula. Sejak pertama kali diajarkan ilmu tasawuf dan diamalkan
oleh para sufi sejak itu pula masalah-masalah itu timbul atau (controversial)
seputar ajaran yang dianutnya. Masalah-masalah ini membuat ilmu tasawuf
disebut-sebut sebagai penghambat kemajuan Islam pada abad pertengahan.
Gaya hidup kaum
sufi dalam menjalankan ajarannya kebanyakan dengan gaya yang amat sederhana
yakni dengan bersikap wara’ qona’ah, menerima pemberian tuhan apa adanya
(berserah diri) hal ini menjadi menarik untuk dibandingkan dengan kehidupan
modern yang bersifat mewah, bekerja keras, tidak pernah puas dan lain
sebagainya yang berbau dunia. Maka timbul suatu pertanyaan “bisakah ilmu
tasawuf berkembang dalam kehidupan modern”.
Masyarakat
modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara
pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering ditinggalkan dan hidup
dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya
hidup hedonis daripada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran
apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang tumpul
penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang
terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi
budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam
kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi
justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem psikis dan fisik.
Peluang tasawuf dalam menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala
problem manusia, semakin terbentang lebar di era modern ini. Maka dari itu,
penulis mencoba untuk mengulas sedikit tentang Tasawuf di Era Modern.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari Tasawuf?
2.
Apa pengertian masyarakat modern?
3.
Apa saja ciri-ciri masyarakat modern?
4.
Apa saja problematika masyarakat modern?
5.
Bagaimana peranan tasawuf dalam kehidupan modern?
C. TUJUAN
Dari
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1.
Mengetahui pengertian dari Tasawuf
2.
Mengetahui pengertian masyarakat modern
3.
Mengetahui berbagai ciri-ciri masyarakat modern
4.
Mengetahui problematika yang dihadapi masyarakat
modern
5.
Mengetahui peranan tasawuf dalam kehidupan modern
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF
Tasawuf dalam pengertian umum berarti kecenderungan
mistisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap
keduniaan (asketisme), dan bertujuan membangun hubungan (ittishal) dengan al-mala’
al-a’la yang merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.
Tasawuf menurut Ibnu Khaldun adalah ilmu yang memberi
perhatian pada usaha menjaga tata krama bersama Allah secara zhahir dan batin,
yakni dengan tetap menjalankan hukum-hukum syariat secara formal sambil
mensucikan hati secara substansial sehingga fokus hanya kepada Allah. Kemudian
seiring dengan perkembangan zaman, pengertian tasawuf ini pun selanjutnya
berkembang menjadi istilah tersendiri bagi berbagai perilaku mujahadah dan riyadhah yang membawa pelakunya pada penyingkapan hijab indriawi
hingga ia memperoleh kasyf dan musyahadat.
Jika dibuat kategorisasi, ragam definisi tasawuf
menurut kaum sufi bisa dipetakan sebagai berikut:
Pertama, definisi-definisi yang menjelaskan sisi-sisi penting
tasawuf yang cukup beragam, antara lain sebagai berikut:
1.
Al-Junaid mengatakan: tasawuf pada dasarnya adalah
mujahadah melawan hawa nafsu secara berkesinambungan hingga ia tunduk mengikuti
syara’, atau ia adalah kesinambungan dzikir dan wajd sambil berkomitmen
mengikuti Rasulullah Saw. dalam masalah agama.[1]
2.
Abu Bakar asy-Syibli pernah ditanya mengenai siapa itu
sufi, ia jawab: (sufi adalah) orang yang memurnikan hatinya hingga benar-benar
murni, mengikuti jejak Rasulullah Saw, mengacuhkan keduniaan, dan menundukkan
hawa nafsu.[2]
3.
Abu Sa’id al-Kharraz menyatakan: Tasawuf adalah
efisiensi waktu. Katanya lagi, tasawuf berarti proses pemurnian hati hingga ia
benar-benar bersih dan penuh dengan cahaya, serta merasakan kenikmatan dzikir.[3]
4.
Ada lagi yang berpendapat: Tasawuf awalnya ilmu,
tengah-tengahnya amal, dan akhirnya anugerah dari Allah SWT.[4]
Kedua, definisi-definisi tasawuf yang menekankan aspek moral, antara lain
sebagai berikut:
1.
As-Sarraj mengatakan: Muhammad bin Ali al-Qashshab
pernah ditanya apa itu tasawuf? Jawabnya: (Tasawuf adalah) akhlak mulia yang
muncul pada zaman mulia, dari seorang yang mulia, bersama kaum yang mulia.[5]
2.
Al-Kattani mengatakan: Tasawuf adalah akhlak,
barangsiapa yang melebihimu dalam hal akhlak maka ia pun melebihimu dalam hal
kesucian hati.[6]
3.
Abu Hafsh al-Haddad mengatakan: Tasawuf seluruhnya
adalah adab. Setiap waktu ada adabnya, setiap maqam ada adabnya, dan setiap hal
ada adabnya. Barangsiapa menjalankan adab-adab waktu maka ia telah mencapai
derajat para tokoh. Dan barangsiapa mengabaikan tata krama maka ia jauh dari
sesuatu yang dikiranya dekat, dan bertolak dari apa yang dikiranya diterima.[7]
Ketiga, definisi-definisi yang menekankan pada aspek yang diistilahkan oleh
kaum sufi sebagai maqamat yang
merupakan usaha-usaha seorang hamba, seperti zuhud dan sabar, antara lain
sebagai berikut:
1.
Ma’ruf al-Karkhi mengatakan: Tasawuf adalah merengkuh
hakikat-hakikat dan memutus asa dari apa yang ada di tangan makhluk.[8]
2.
Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin al-Khafif mengatakan:
Tasawuf adalah sabar menjalani ketentuan takdir, belajar di tangan Sang
Maharaja yang Maha Perkasa, dan mengarungi hutan rimba dan belantara padang
pasir.[9]
Keempat, definisi-definisi tasawuf yang menekankan aspek yang
diistilahkan kaum sufi sebagai ahwal, seperti kedekatan (al-qurb), keintiman (al-uns),
kerinduan (asy-syauq), dan musyahadah.
1.
Abu Ali ar-Rudzabari mengatakan: Tasawuf berarti
bening kedekatan setelah keruh kejauhan.[10]
2.
Al-Khazzaz pernah ditanya mengenai pegiat tasawuf,
jawabnya: Mereka adalah kaum yang diberi anugerah hingga bersuka cita, ditahan
(tidak diberi) hingga miskin papa, kemudian diserulah ia dari lubuk hati yang
terdekat: Ingat, menangislah dihadapan Kami.[11]
3.
Dzunnun al-Mashri mengatakan: Sufi adalah orang yang
jika berbicara maka bicaranya mengelaborasikan hakikat-hakikat, dan jika diam
maka seluruh anggota badannya berbicara.[12]
Kelima, definisi-definisi yang menekankan hal tertentu yang
disebut oleh kalangan sufi sebagai fana’, antara lain sebagai berikut:
1.
Asy-Syibli mengatakan: Tasawuf adalah kilatan cahaya
yang membakar.[13]
2.
Al-Junaid mengatakan: Tasawuf adalah mematikanmu
darimu dan menghidupkanmu dengan-Nya.[14]
3.
Abu al-Hasan al-Kharqani mengatakan: Sufi bukanlah
orang yang mengenakan jubah dan sajadah sufi, maupun bertingkah sesuai
penampilan dan kebiasaannya, tetapi sufi adalah orang yang nireksistensi nafsu
diri.[15]
Dari
definisi-definisi diatas, bisa ditarik satu benang merah sebagai kesimpulan
definisi tasawuf bahwa tasawuf Islam adalah ikatan spiritual transendental yang
mempertautkan seorang sufi dengan Maula Junjungannya
dan menariknya kepada-Nya sehingga ia tergugah melakukan lebih banyak ibadah
dan amal ketaatan serta mengaktualisasikan seluruh akhlak mulia dalam
perilakunya.
Prinsip dasar
tasawuf adalah zuhud terhadap keduniaan, kemudian menapak naik jenjang-jenjang maqamat dan ahwal, hingga mencapai tahap fana’
dari segala sesuatu selain Allah. Sedangkan tujuan idealistiknya adalah
memperoleh makrifat sempurna dari Allah melalui jalur kasyf atau ilham.
B. PENGERTIAN MASYARAKAT MODERN
Masyarakat
modern terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan modern, Masyarakat adalah
suatu unit pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu). Sedangkan kata modern diartikan
yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dengan demikian secara harfiah masyarakat
modern berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan
ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Dalam kehidupan
bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) sama-sama saling membutuhkan satu dengan yang
lainnya, mereka berbaur dalam suatu komunitas yang dinamakan masyarakat.
Pembaruan itu kemudian melahirkan tindakan yang digunakan dan diakui oleh
masyarakat secara umum sebagai suatu hal yang sangat positif, inilah yang
nantinya akan menghasilkan kebudayaan.
C.
CIRI-CIRI
MASYARAKAT TASAWUF MODERN
Masyarakat
modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan
ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Masyarakat modern
selanjutnya sering disebutkan sebagai lawan dari masyarakat tradisional. Deliar
Noer Menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut:
1. Bersifat
rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat
emosi.
2. Berfikir
untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat
sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3. Menghargai
waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
4. Bersikap
terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan
perbaikan dari manapun datangnya.
5. Berfikir
Obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya bagi
masyarakat.[16]
Menurut pendapat Alfin Toffler,
masyarakat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian; pertama masyarakat pertanian (agricultural
society), kedua masyarakat industri (industrial society), dan ketiga
masyarakat informasi (informatical society). Terjadinya perubahan
masyarakat dari yang bercorak agrikultural dan industri menjadi masyarakat yang
bercorak informasi secara teoritis disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
karena majunya ilmu pengetahuan, mental manusia, teknik dan penggunaannya di
dalam masyarakat, komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan
pertambahan harapan dan tuntutan manusia (the rising demands). Semuanya
ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat bersama dalam masyarakat
secara mengagetkan, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan masyarakat.
Dalam situasi yang demikian ini dimensi kerohanian manusia sangat diperlukan
oleh setiap orang sebagai kekuatan kontrol dan penyeimbangan arus modernisasi.[17]
D.
PROBLEMATIKA
MASYARAKAT MODERN
Revolusi
teknologi dapat meningkatkan kontrol manusia pada materi, ruang dan waktu,
menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan.
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern sebagai berikut:
1. Desintegrasi
ilmu pengetahuan kehidupan modern antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi
dibidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma
(cara pandang) nya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Kepribadian
yang terpecah (split personality) karena kehidupan manusia modern dipolakan
oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan
terkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah (split
personality).
3. Penyalahgunaan
iptek sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari
ikatan spiritual, maka iptek telah disalahgunakan dengan segala keterlibatan
negatifnya.
4. Pendangkalan
iman sebagai akibat lain dari pola
pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang
bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya.
5. Pola
hubungan materialistik. Semangat persaudaraan dan rasa saling tolong menolong
yang didasarkan atas panggilan iman sudah tidak nampak lagi, karena imannya
memang sudah dangkal.
6. Menghalalkan
segala cara sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup
materialistik, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan
segala cara dalam mencapai tujuan.
7. Stress
dan frustasi. Kehidupan yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus
mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka terus bekerja dan
bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah
disyukurinya dan selalu merasa kurang. Apalagi jika usaha dan proyeknya gagal,
maka dengan mudah ia kehilangan pegangan, karena memang tidak lagi memiliki
pegangan yang kokoh yang berasal dari Tuhan.
8. Kehilangan
harga diri dan masa depannya. Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau
salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan
hawa nafsu, segala daya dan cara yang telah ditempuhnya. Manusia yang demikian
ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya, kemana ia harus berjalan,
ia tidak tahu. Mereka perlu bantuan dari kekuatan yang berada diluar dirinya,
yaitu bantuan dari Tuhan.
E.
PERANAN
TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
Pada
masa yang akan datang tampaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta industrialisasi akan berlangsung terus-menerus dan sangat menentukan
peradaban umat manusia. Namun, masalah moral dan etika akan ikut mempengaruhi pilihan strategi dalam
mengembangkan peradaban dimasa yang akan datang. Hal ini terlihat dalam gejala
awal bagi meningkatnya tuntutan hak-hak asasi manusia, ajakan untuk menjadikan
agama sebagai motivasi pembangunan, dan kuatnya semangat agama dalam kehidupan
privat maupun publik. Disamping itu, mobilitas intelektual yang memiliki
komitmen agama benar-benar terjadi, dan ini akan sangat mempengaruhi corak
peradaban dimasa yang akan datang.
Dalam
kondisi kebudayaan seperti itu, ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada
tingkat corak keberagaman umat islam. Kemungkinan itu akan sangat ditentukan
oleh berbagai faktor yang saling menarik. Dengan demikian, kita hanya bisa
memperkirakan beberapa kemungkinan corak agama yang akan menjadi mental
masyarakat di masa mendatang, yaitu:
1. Kecenderungan
bahwa islam akan semakin kuat. Disini ulama’ tetap memegang peran penting dalam
rangka menjaga kemurnian agama, dan karena itu mereka memiliki otoritas untuk
berbicara atas nama islam yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
2. Kecenderungan
bahwa islam akan berfungsi sebagai ajaran etika akibat proses modernisasi dan
sekularisasi yang secara perlahan-lahan hanya memberikan peluang yang sangat
kecil bagi penghayatan keagamaan.
3. Kecenderungan
islam dihayati dan diamalkan sebagai sesuatu yang spiritual sebagai reaksi
terhadap perubahan masyarakat yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi dan industrialisasi.
Spiritualisme baik
dalam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak menjadi kebutuhan sepanjang hidup
manusia dalam tahap perkembangan masyarakat. Untuk masyarakat yang masih
terbelakang, spiritualisme harus berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan
etos kerja dan bukan pelarian dari ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi
tantangan hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat maju (industrial), spiritualisme
berfungsi sebagai tali penghubung dengan Tuhan.
Namun, dalam kehidupan
riil mungkin saja terjadi bahwa salah satu aspek ajaran islam ditekankan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Bagi masyarakat terbelakang, islam
harus digambarkan sebagai ajaran yang mendorong kemajuan. Bagi masyarakat maju
(industrial), islam harus ditekankan sebagai ajaran spiritual dan moral.
Strategi ini sebenarnya ditujukan untuk menyeimbangkan ayunan pendulum. Ketika
pendulum itu bergerak ke ujung kiri, kita harus menariknya ke kanan, begitu
juga sebaliknya. Dengan cara ini, maka akan terbangun kehidupan yang seimbang
antara lahir dan batin, duiniawi dan ukhrawi, serta individu dan masyarakat.
Keseimbangan ini harus menjadi ruh bagi peradaban manusia dalam kehidupan
modern sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tasawuf adalah ikatan spiritual transendental yang
mempertautkan seorang sufi dengan Maula Junjungannya
dan menariknya kepada-Nya sehingga ia tergugah melakukan lebih banyak ibadah
dan amal ketaatan serta mengaktualisasikan seluruh akhlak mulia dalam perilakunya.
Secara harfiah masyarakat modern berarti suatu
himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan
tertentu yang bersifat mutakhir.
Ciri-ciri masyarakat tasawuf modern meliputi: Bersifat
rasional, Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, Menghargai waktu, Bersikap terbuka, Berfikir Obyektif.
Berbagai problematika masyarakat modern antara lain: Desintegrasi
ilmu pengetahuan kehidupan modern,
Kepribadian
yang terpecah, Penyalahgunaan
iptek, Pendangkalan
iman, Pola
hubungan materialistik,
Menghalalkan
segala cara, Stress
dan frustasi, Kehilangan
harga diri dan masa depannya.
Peranan tasawuf dalam dunia modern sangatlah
berkembang seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Mobilitas
intelektual yang memiliki komitmen agama benar-benar terjadi, dan ini akan
sangat mempengaruhi corak peradaban dimasa yang akan datang. Bagi masyarakat
terbelakang, islam harus digambarkan sebagai ajaran yang mendorong kemajuan.
Bagi masyarakat maju (industrial), islam harus ditekankan sebagai ajaran spiritual dan moral. Dengan cara ini, maka akan
terbangun kehidupan yang seimbang antara lahir dan batin, duiniawi dan ukhrawi,
serta individu dan masyarakat. Keseimbangan ini harus menjadi ruh bagi
peradaban manusia dalam kehidupan modern sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hajjaj, Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta: Amzah, 2011.
http://muhtadimaa.blogspot.co.id/2015/01/tasawuf-modern.html.
diakses 24-11-2015 pukul 13.30 WIB.
Tim Penyusun, Aqidah Akhlak Kelas XI
Semester Genap Madrasah Aliyah, Sragen: Akik
Pusaka,
2008.
[16] Tim Penyusun, Aqidah Akhlak
Kelas XI Semester Genap Madrasah Aliyah. Sragen: Akik Pusaka, 2008, hlm. 13.
[17] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar