MAKALAH
SEJARAH PERADABAN ISLAM
“PERADABAN ISLAM
DI AFRIKA”
Dosen
Pengampu :
Suhada, M.E.I
Di
susun oleh:
Kelompok
VII
1. Majmu’atul Mubarokah
2.
Misbahul Ulum
3.
Musfirotul Ullya
EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dalam bidang sejarah peradaban islam yang bertemakan “Peradaban Islam di
Afrika”
Pembuatan makalah ini akan membantu
para mahasiswa-mahasiswi yang ingin mengetahui masa awal berdirinya peradaban islam
di Afrika Utara, dinasti-dinasti kecil yang ada di Afrika Utara dan proses
masuknya islam di Afrika Sub-Sahara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan sebagainya. Maka dari itu kami
memerlukan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan dalam pemuatan makalah yang
akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah
ini. Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi
Fakultas Agama Islam. Dan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya
generasi yang professional dan unggul.
Atas semua ini
kami mengucapkan terimakasih bagi segala pihak yang telah ikut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Lamongan, 19
Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedatangan islam di Afrika Utara..................................................... 3
B. Dinasti-dinasti Afrika Utara............................................................... 5
C. Masuknya islam di Afrika Sub-Sahara............................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................... 14
Daftar
Pustaka.................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang tersebar dipertengahan bumi yang terbentang dari
tepi laut afrika sampai laut pasifik selatan,dari padang rumput siberia sampai
ke pelosok asia tenggara. Bangsa barbar afrika barat, sudan, afrika timur yang
berbahasa swahili, bangsa arab timur tengah bangsa turki, irania,bangsa turki
dan persi yang tinggal di asia tengah dari sisi latar etnis, bahasa, adat,
organisasi politik, dan pola kebudayaan dan teknologi mereka menampilkan
keragaman kemanusiaan, namun islam menyatukan mereka. Meskipun seringkali tidak
menjadi totalitas kehidupan mereka, namun islam terserap dalam konsep, aturan
keseharian, memberikan tata ikatan kemasyarakatan, dan memenuhi hasrat mereka
meraih kebahagiaan hidup. Lantaran keragaman tersebut, islam berkembang menjadi
keluarga terbesar umat manusia .
Afrika Utara
merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan
Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam yang selama berabad-abad
berada dibawah kekuasaan Kristen sekaligus benteng pertahanan Islam untuk
wilayah tersebut. Dari sisi kemajuan peradaban, Afrika Utara tidak bisa begitu
saja dilupakan dalam sejarah Islam. Kemajuan di bidang arsitektur, dekorasi,
dan seni bangunan lainnya dapat disaksikan peninggalannya bahkan hingga
sekarang.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses kedatangan islam ke
Afrika Utara?
2. Apa saja dinasti-dinasti yang ada di
Afrika Utara?
3.
Bagaimana proses masuknya islam di Afrika
Sub-Sahara?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui proses kedatangan islam ke
Afrika Utara
2. Mengetahui dinasti-dinasti yang ada di
Afrika Utara
3. Mengetahui masuknya islam di Afrika Sub-Sahara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEDATANGAN ISLAM DI AFRIKA UTARA
Kehidupan
sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang
bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah tempat) dan patriarkhi. Ketika
daerah ini berada dibawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar
bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi oleh para elit kota yang
mengadopsi bahasa, gagasan dan adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit
ini tidak banyak. Selanjutnta, setelah orang-orang Vandal(barbar) memperoleh
kemenangan, pengaruh romawi disebagian Afrika mulai berhenti, kecuali pengaruh
ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara bertahap muncu kembali. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1H/7M kehidupan social afrika utara
lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.
Islam
masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada dibawah kekuasaan
kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang amat luas yang melingkupi beberapa
Negara dan berjenis-jenis bangsa-bangsa manusia. Penaklukan daerah ini pada
dasarnya sudah mulai dirintis pada masa kekhalifaan Umar ibn al-Khattab. Pada
tahun 640M ‘Amr Ibn al-‘Ash berhasil memasuki mesir, setelah sebelumnya
mendapat izin bersyarat dari khalifah ‘Umar untuk menaklukkan daerah itu.
Pada
masa kekhalifahan Utsman Ibn Affan menaklukkan islam sudah meluas sampai ke
Barqah dan Tripoli. Penaklukkan atas kedua kota itu dimaksudkan untuk menjaga
keamanan daerah mesir. Penaklukkan itu tidak bertahan lama. Namun kekejaman dan
pemerasan yang mereka lakukan telah mengusik ketentraman penduduk asli,
sehingga tidak lama kemudian penduduk asli sendiri memohon kepada orang-orang
muslim untuk membebaskan mereka dari kekuasaan romawi. Permohonan mereka itu
disanggupi oleh khalifah sepeninggal Utsman yang pada waktu itu sudah berpindah
ke tangan Mu’awiyah Ibn’ Abi Sofyan, khalifah pertama daulah Bani Umayyah. Ia
bertekad untuk memberikan pukulan terakhir kepada kekuasaan Romawi di Afrika
Utara, dan mempercayakan tugas ini kepada seorang panglima yang Masyhur, ‘Uqbah
Ibn Nafi’ Al-Fihri (W.683M), yang telah menetap di Barqoh sejak daerah itu
ditaklukkan.
Pada
tahun 50H/670M ‘Uqbah mendirikan kota militer yang termasyhur, Qairawan,
disebelah selatan Tunisia. Tujuannya adalah untuk mengendalikan orang Barbar
yang ganas dan sukar diatur, dan juga untuk menjaga terhadap
perusakan-perusakan yang dilakukan oleh orang-orang Romawi. Perjalanan Uqbah
yang cemerlang itu, dan pukulan-pukulannya yang menghancurkan orang-orang
romawi dan Barbar, telah membuat negeri itu aman selam beberapa tahun. Akan
tetapi, pada tahun 683M orang-orang islam di afrika utara mengalami kemunduran
yang hebat, karena orang-orang yang dibawah kepemimpinan Kusailah bangkit
memberontak dan mengalahkan Uqbah. Dia dan seluruh pasukannya tewas dalam
pertempuran. Sejak saat itu orang-orang islam tidak berdaya mengembalikan
kekuasaannya di Afrika Utara, karena selain berhadapan dengan bangsa Barbar
mereka juga harus berhadapan dengan bangsa Romawi yang memanfaatkan kesempatan
dalam pemberontakan Kusailah tersebut.
Pada
saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik Ibn Marwan(685-705M), daulah bani
Umayyah mulai bangkit kembali untuk merebut Afrika Utara. Dia mengirimkan
pasukan dibawah pimpinan Hasan Ibn Nu’man al-Ghasani untuk memulihkan prestise islam yang hilang. Pasukan ini
berhasil menumpas tentara Romawi dan menghalau mereka dari Afrika Utara serta
berhasil menindas perlawanan bangsa Barbar. Sejak itu Afrika Utara dan daerah
Maghribi tidak lagi termasuk lingkungan daerah mesir, tetapi telah berdiri
sebagai wilayah tersendiri yang diperintah oleh seorang gubernur yang diangkat
oleh khalifah.
B. DINASTI-DINASTI AFRIKA UTARA
Berikut ini beberapa dinasti yang
pernah ada di Afrika Utara. Akan tetapi dalam kajian ini, tidak diuraikan
secara mendalam, kecuali Dinasti Fatimiyah, karena Dinasti tersebut memiliki
hasil peradaban yang cukup luar biasa dalam dinamika sejarah umat islam. Beberapa
dinasti tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dinasti Idrisiah di Maroko
Cucunya
Hasan Ibn Ali, yaitu Idris Ibn Abdulah melakukan pemberontakan terhadap
Abbasiyah pada 786 M, namun karena kalah, maka ia melarikan diri ke Maroko.
Disana Ia mendirikan Dinasti Idrisiah (788-974) dengan ibukota Fez (Fas).
Inilah merupakan Dinasti Syi’ah pertama dalam sejarah islam. Karena dinasti ini
terletak antara kekuatan Islam besar, yaitu Umayah di Andalusia dan Idrisiah di
Afrika Utara. Akhirnya Panglima dari Hakam II di Andalusia, yaitu Ghalib Billah
melakukan aneksasi wilayah Idrisiah. Setelah itu maka berakhirlah wilayah
Dinasti Idrisiah.
2. Dinasti Aghlabiyah
Khalifah
Harun al-Rasyid mengutus Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah.
Mereka berkuasa secara independen dengan penguasa yang bergelar Amir dan
memepengaruhi kawasan Laut Tengah. Dengan armada laut yang kuat mereka menjadi
polisi di Itali, Prancis, Korsika, dan Sardinia. Kemudian mereka menguasai
Sisilia dan Malta sampai pulau Creat (Kreta), bahkan sampai di laut Egian.
Dinasti Aghlabiah 800-909 M berpusat di Sijilmasa, berdiri ketika khalifah
Harun al-Rasyid mengangkat Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiah
(Tunisia) pada 800 M untuk membendung kekuatan-kekuatan luar dengan Abbasiyah
terutama membendung dari serangan Dinasti Rustamiyah (Khawarij) dan Idrisiah.
Kedua dinasti ini sama-sama berusaha ekspansi ke al-Maghrib untuk
mlemahkan kekuasaan Abbasiah di Afrika dan sekitarnya. Periode ini membawa
Afrika Utara dan kawasan pesisir luat tengah dalam banyak kemajuan. Dinasti ini
dilenyapkan oleh Dinasti Fathimiah ketika menguasai ibu kota Sijilmasa, dengan mengalahkan penguasa terakhir
Ziadatullah al-Aghlabi III pada 909 M
3. Dinasti Ibn Toulun
Di
Syiria dan Mesir berdiri Dinasti Toulonia (828 M), pendiri dinasti ini adalah
Ahmad Ibn Toulun yang semula ditugaskan oleh penguasa Abbasiah sebagai penguasa
Mesir. Pada periode ini, kegiatan intelektual dan arsitektur berkembang
kemajuannya. Banyak rumah sakit, masjid, dan menara didirikan diantaranya
masjid Ibn Toulun di Mesir yang sangat populer gaya arsitekturnya dalam
sejarah. Putera Ibn Toulun Syaibhan 904-905 M mengembalikan Mesir dalam
kekuasaan Abbasiah.
4. Dinasti Ikhshid
Muhammad
Ibn Tughuz mendirikan Dinasti Turki. Ia mendapatkan restu dan nama dinasti ini
dari Khalifah al-Razy, menggunakan nama Ikhshid (gelar kehormatan yang biasa
digunakan raja-raja Sasania sebelum islam), tidak lama kemudian ia menguasai
Syam, Palestina, dan kedua kota suci islam, Makkah-Madinah serta masjidnya.
Abdul Misk Kapur berkuasa dengan sukses. Penguasa terakhir dari dinasti ini,
Abul Fawaris Ahmad. Ia dikalahkan oleh Jauhar, panglima perang dari Dinasti
Fathimiah
5. Dinasti
Fatimiah
a. Awal Berdirinya
Telah
disebutkan bahwa ketika Dinasti
Abbasiah di Baghdad mulai melemah, lahirlah kekhalifaan Fatimiah. Salah satu dinasti
islam beraliran Syi’ah Isma’iliyah,
pada 909 M
di Afrika
Utara setelah mengalahkan Dinasti Aghlabiah di Sijilmasa. Dalam sejarah,
kejayaan Dinasti Fatimiah datang setelah pusat kekuasaannya dipindahkan dari
Tunisia (al-Mahdiah) ke Mesir. Kekuasaan Syi’ah tersebut berakhir pada 1171 M.
Kekhalifaan Ftimiah lahir sebagai manifestasi dari idealisme orang-orang Syi’ah
yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan imamah adalah keturunan
dari Fathimah binti Rasulullah SAW. Kekhalifaan ini lahir diantara dua kekuatan
politik kekhalifaan, Abbasiah di Baghdad, Umayyah II di Cordova. Sebenarnya
golongan Syi’ah sudah lama mencita-citakan berdirinya kekhalifaan sejak
pudarnya kekhalifaan Ali Ibn Abi Thalib di Kufah. Mereka selalu mendapat
tekanan-tekanan politik semasa periode kekhalifaan Umayah hingga Abbasiah.
Itulah sebabnya mereka tidak berani menampakkan kegiatan politik baik terhadap
pemerintahan Umayah maupun Abbasiah. Dalam kegiatan politiknya, mereka
melakukan gerakan taqiyah yang kelihatannya taat terhadap penguasa tetapi
sebenarnya mereka menyusun kekuatan secara diam-diam.
Di
daerah al-Magrib terdapat seklompok orang Syi’ah yang mendapat banyak dukungan dari
orang penganut Madzhab Maliki. Daerah itu kemudian berkembang menjadi daerah
yang memberikan angin segar bagi tumbuh suburnya ide-ide mereka. Dari segi
geografis, daerah ini sangat menguntungkan karena jauh dari penguasaan Damaskus
dan Baghdad. Di tengah-tengah keleluasaan inilah mereka memiliki kesempatan
emas untuk mendirikan kekuasaan secara diam-diam. Sejarah menuturkan, bahwa
pendiri Dinasti Fatimiah adalah Sa’id Ibn Husain (kemungkinan ia adalah keturunan Abdullah Ibn Maimun,
pemimpin Syi’ah dari Persia). Sejak berdirinya Dinasti Abbasiah, mereka secara
diam-diam menyebarkan misi ismai’iliyah
di bawah pimpinan yang cermat. Gerakan ini berhasil membangun fondasi yang kuat bagi berdirinya Dinasti Fatimiah.
Pada akhir abad ke-9 M, Abu Abdullah al-Husain al-Syi’i, salah seorang
propagandis utama dari pemimpin Syi’ah Ismai’iliyah berasal dari Yaman,
memperkenalkan diri di kalangan orang Kitama, anak suku dari suku Berber di
Afrika Utara, sebagai utusan utama dari Imam Mahdi. Al-Syi’i berhasil mempengaruhi
masyarakat Berber tersebut untuk mengikuti misinya. Pada saat itu, Ziadatullah
al-Aghlabi 903-909 M (Dinasti Aghlabiyah) sedang berkuasa di Afrika Utara yang
berpusat di Sijilmasa. Pasukan al-Syi’i berhasil mengalahkan pasukan Aghlabi
sebanyak dua kali. Al-Syi’i kemudian mengundang Sa’id agar datang untuk
memangku jabatan sebagai pemimpin
Mendengar
kemajuan al-Syi’i, Sa’id meninggalkan Salamiah, pusat kegiatan Syi’ah secara
rahasia, menuju ke Afrika Utara dengan menyamar sebagai pedagang. Berita kepergian
Sa’id berhasil didengar oleh khalifah Abbasiah di Baghdad. Yang kemudian
mengirim mata-mata untuk menangkap Sa’id dan pengikutnya. Meskipun menyamar,
Sa’id tetap tertangkap di Sijilmasa. Segera al-Syi’i menuju ke Sijilmasa dan
brhasil mengalahkan Ziadatullah dan membebaskannya dari tahanan. Sa’id
mengumumkan dirinya sebagai pendiri Dinasti Fatimiah di Raqqadah (sebagai ibu
kota) sebelah tenggara sekitar 10 mil dari Ibu Kota Sunni, Qayrawan. Mulailah
sejak saat itu berdirilah kekhalifaan Fatimiah dengan khalifah pertama adalah
Sa’id dengan gelar ‘Ubaidillah al-Mahdi.
Tentang
asal-usul Sa’id, para sejarawan berbeda pendapat. Ibn al-‘Atir, Ibn Khaldun,
Makrizi, dan banyak yang lainnya menyatakan, bahwa ia adalah keturunan dari
Fatimiah, sedangkan Ibn Khallikan, Ibn Ijari, Sayuti, dan Ibn Tagribirdi
menolaknya sebagai keturunan Fatimiah. Menurut Saunders, tidak seorang pun yang
dapat melacak asal-usulnya secara memuaskan (Saunders, 1980; 131). Kesulitan
untuk melacak asal-usul tokoh Fatimiah itu dikarenakan oleh model pergerakan
Syi’ah yang underground. Karena bawah tanah tidak bisa dijejaki (Watt, 1990:
171&178). Sifat rahasia dalam gerakan Syi’ah menjadi penghalang bagi
pencarian bukti-bukti sejarah yang dapat menjelaskan proses gerakan tesebut
berlangsung. Hal yang sama juga terjadi dalam pembentukan Dinasti Fatimiah.
Sa’id terkenal dengan Imam Ubaidillah al-Mahdi dengan pusat kekuasaannya di
Raqqadah. Karena, Raqqadah terlalu dekat dengan pusat kota Sunni, Qayrawan,
maka pusat pemerintahan dipindahkan ke al-Mahdiyah, sekitar 16 mil arah
tenggara dari Raqqadah pada 915 M (Karim, 2003 [1]:97). Pusat pemerintahan
mereka yang baru ini merupakan kenang-kenangan dan sebagai pengekalan dari
kerinduan mereka terhadap Imam al-Mahdi al-Muntazar. Sebenarnya nama ini diambil
dari pendirinya, Ubaidillah al-Mahdi 909-934 M. (Hitti, 1974:618, Lombard
1975:65 & 136, Goitein, 1968:309, dan Rahman, 1977:275). Sepeninggal
al-Mahdi, al-Qaim 934-946 M naik tahta. Pada masa ini, armada Fatimiah
menyerang pantai selatan Prancis dan menaklukkan Genoa. Penggantinya al-Mansur
946-952 M. Semasa khalifah IV, Mu’iz li Dinillah 952-975 M, kekhalifaan
Fatimiah memasuki era baru (Rahman, 1977:140-142 dan Karim, 1972; 463-464.
Setelah
mesir diketahui sebagai daerah yang makmur dan penduduknya dapat menerima
berbagai aliran madzhab, maka Mu’iz menyerang Mesir dengan alasan untuk
melindungi kaum Syi’ah yang ada disana. Saat itu terjadi sengketa pelaksanaan
upacara keagamaan mereka. Pada Mu’iz inilah, puncak kejayaan Fatimiah terukir,
ia berhasil menyamai keberhasilan Abdurrahman III di Andalusia. Selama tiga
tahun Jawhar berusaha untuk mendirikan dan membangun pusat pemerintahan, Mesir
baru, diberi nama al-Qahira sebagai ganti dari Fustat. Baru setelah Mu’iz
datang (971 M) kesana, Kairo resmi dijadikan sebagai pusat pemerintahan
Fatimiah sebagai ganti pusat pemerintahan mereka yang lama di al-Mahdiyah.
Pada
masa khalifah Abu Mansur Nizar al-Aziz 975-996 M yang terkenal paling pandai,
pecinta ilmu, dan ambisius, kekuasaan Fatimiah mencapai pncak kejayaannya,
terlebih dalam kegiatan intelektual. Dalam kegiatan ilmiah ia membangun Dar
al-Hikmah di Kairo. Kekuasaannya meliputi dari Samudra Atlantik sampai ke Laut
Merah, Yaman, Makkah, Damaskus, bahkan Mosul pun mengakui kekuasaannya yang
ditunjukkan dengan penyebutan namanya dalam setiap khutbah jumat. Setelah
wafat, puteranya, al-Hakim bi
Amrillah naik tahta, yang berhasil membangun observatarium yang tersebar di
pegunungan Mukattam. Mereka mempercayai bahwa khalifah keenam dari Dinasti
Fatimiah memliki kekuatan ketuhanan sejak ia hilang di pegunungan Mukattam.
Sejak itulah masa kejayaan Fatimiah tahap demi tahap surut, sampai akhirnya
pada 1171 M. Khalifah XIV al-Adid ditaklukkan oleh Salah al-din Ayyubi, maka
berakhirlah kekuasaan Fatimiah selama dua setengah abad lebih.
b. Kemajuan
Kekhalifaan
Fatimiah yang berdiri di Mesir tetap menganut sistem pemerintahan yang
dijalankan oleh kekhalifaan Fatimiah yang ada di al-Maghrib yaitu sistem yang
berdasarkan pada pokok pikiran yang menganggap, bahwa imam-imam mereka bersih
dari kesalahan dan dilindungi dari dosa (Hasan 1958; 264), karena menurut
mereka yang berhak memangku jabatan kepala pemerintahan ialah keturunan dari Fatimah binti Rasulullah. Sistem
pemerintahan Fatimiah bernadakan teokrasi karena menurut anggapan mereka,
jabatan khalifah itu ditentukan oleh wasiat (nash). System pengangkatan kepala
Negara adalah system penunjukkan.
Orang
Fatimiah beranggapan bahwa Afrika Utara sebagai tanah air mereka yang kedua.
Oleh karena itu, mereka sangat keras dan berhati-hati dalam melaksanakan
politik daerah kekuasaannya yang luas dari al-Maghrib sampai ke Mesir. Sesudah
itu merembes ke Syam, Palestina, Hijaz, serta Yaman.
Dinasti
Fatimiah berusaha untuk melakukan pembangunan negaranya dalam menciptakan
kemakmuran. Disamping itu, menciptakan pranata-pranata tentang pertanian.
Pemerintahan Fatimiah memberlakukan peraturan kepada para petani yang bersifat
toleran, bukan saja mengeluarkan aturan-aturan tentang penggunaan air dan
menentukan besarnya kharaj yang harus dikeluarkan oleh tuan-tuan tanah.
c. Kemunduran dan kehancuran
Dinasti Fatimiah di Mesir mulai mengalami kemunduran
ketika Bani Saljuk bersama pasukannya datang ke Baghdad dan mengusir keluarga
Buwaihi bahkan akhirnya menangkap tokohnya yang bernama al-Bassasiri. Dinasti
ini tidak dapat memberikan pertolongan. Kemundurannya itu akhirnya membawa
dinasti ke gerbang kehancuran. Ada beberapa factor yang menyebabkan kemunduran
Dinasti Fatimiah, antara lain:
1) Meskipun doktrin Isma’iliyah yang dianut
oleh Fatimiah menekankan masalah keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan,
paham ini belum dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat islam
2) Dalam usaha ekspansi ke luar daerah,
Fatimiah telah banyak mengalami kesuksesan dan bisa menaklukkan daerah Mesir,
Syria, Palestina. Tetapi mereka mengalami kesulitan untuk mengadakan pengawasan
secara seksama sehingga terjadi pemberontakan
3) Khalifah Fatimiah secara pribadi
mengontrol semua kegiatan secara seksama. Namun, diantara khalifah ada yang
menyerahkan tugas pengawasan ini kepada amir. Disebabkan karena usia khalifah
masih dibawah umur
Semasa al-Aziz orang turki dan para
budak direkrut menjadi tentara. Hal ini menimbulkan konflik dan pertikaian
karena adanya friksi dalam tubuh militer ketika masing-masing mereka merasa
kuat. Konflik dan pertikaian ini akhirnya membawa pada kelemahan Fatimiah.
Setelah al-Aziz wafat, Hakim sebagai khalifah VI, sudah mulai terasa bahwa
Dinasti Fatimiah mulai melemah. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa jabatan
penting yang dipegang sejak akhir masa pendahulunya. Sebagai catatan Khalifah
Hakim mengeluarkan dekrit, bahwa semua aktivitas negeri harus berhenti pada
siang hari dan segala aktivitas termasuk kantor dibuka mulai maghrib sampai
shubuh. Dekrit aneh ini terlaksana selama tujuh tahun, kemudian Dinasti
Fatimiah kembali ke peraturan semula.
Badr al-Jamali berusaha memperbaiki
tatanan sosial-masyarakat Mesir dan memberikan kemakmuran bagi mereka. Dibawah
pemerintahannya, Mesir mengalami masa kemakmuran, tetapi pada saat yang sama
membawa ke arah pergolokan militer. Tindakan ini membawa persaingan yang tidak
sehat antar golongan dalam tubuh militer yang dapat mengancam kekuasaannya
beserta seluruh kelompoknya.
Nashir Khosru mencatat sebagai
saksi mata sejarah, pada masa Mu’iz dan Aziz, mesir merupakan kawasan yang
sangat maju, terutama ekonomi mencapai puncak kemajuannya. Namun, setelah Aziz
ekonomi dinasti ini mulai memasuki masa kulminasi. Para penggantinya mulai
hidup mewah berlebih-lebihan, memiliki tempat tinggal yang sangat mewah untuk
pribadi dan keluarganya. Hal ini menyebabkan kemunduran atau kelemahan khalifah
karena kurangnya atau menipisnya dana untuk memajukan atau menjalankan roda
pemerintahannya.
C. MASUKNYA ISLAM DI AFRIKA SUB-SAHARA
Afrika Sub-Sahara adalah istilah
yang dipergunakan untuk menggambarkan negara-negara disekitarnya. Afrika
Sub-Sahara ini terbagi menjadi dua kategori, eksternal dan internal. Yang
pertama, terbagi lagi dalam islam dan eropa dan yang kedua juga terbagi lagi
dalam oral dan tulisan. Dalam periode awal hanya ada catatan yang dibuat oleh
para ahli ilmu bumi dan sejarawan muslim. Kemudian sejak waktu avonturis Eropa
dan para eksplorasi mendarat dipantai Barat Afrika, mulailah meningkat
laporan-laporan tentang afrika barat yang disampaikan oleh para pelawat.
Akhirnya, diperoleh riwayat-riwayat lisan dari pribumi sendiri.
Masuknya islam
secara formal dan besar-besaran di wilayah Bilad al-Sudan, terjadi pada masa
Dinasti al-Murabithun. Dimana sebelum islam menaklukkan wilayah Afrika Utara, ±
500 tahun dijajah oleh Bizantium.
Sementara itu,
selain islamisasi bersifat formal yang dilakukan al-Murabithun dan
al-Muwahhidun didaerah Sub-Sahara, penyebaran islam dan proses islamisasi
dilakukan dengan cara kultural. Penyiaran islam tersebut diantaranya melalui
perdagangan. Mereka membangun pemukiman pedagang muslim diwilayah-wilayah
Sudan. Saat itu terdapat beberapa jalur perdagangan yang menghubungkan Afrika
Utara dengan Sub-Sahara, yaitu: dari Fustat dan Kairo ke Fezzan yang
menghubungkan juga dengan Tripoli di Libya.
Pengaruh islam
akhirnya hampir ke seluruh Sub-Sahara menjadi penduduk yang mayoritas muslim. Muncul banyak
negara-negara di Senegal, Imperium Sninke di Gana, dan negara-negara di bawah
Imperium Mali yang sangat berperan aktif dalam usaha islamisasi disana.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kedatangan Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah tempat) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada dibawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar.
Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik Ibn Marwan (685-705M), daulah bani Umayyah mulai bangkit kembali untuk merebut Afrika Utara. Khalifah Harun al-Rasyid mengutus Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah. Mereka berkuasa secara independen dengan penguasa yang bergelar Amir dan memepengaruhi kawasan Laut Tengah. Dengan armada laut yang kuat mereka menjadi polisi di Itali, Prancis, Korsika, dan Sardinia. Kemudian mereka menguasai Sisilia dan Malta sampai pulau Creat (Kreta), bahkan sampai di laut Egian.
Afrika Sub-Sahara adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan negara-negara disekitarnya. Afrika Sub-Sahara ini terbagi menjadi dua kategori, eksternal dan internal. Yang pertama, terbagi lagi dalam islam dan eropa dan yang kedua juga terbagi lagi dalam oral dan tulisan. Dalam periode awal hanya ada catatan yang dibuat oleh para ahli ilmu bumi dan sejarawan muslim. Kemudian sejak waktu avonturis Eropa dan para eksplorasi mendarat dipantai Barat Afrika, mulailah meningkat laporan-laporan tentang afrika barat yang disampaikan oleh para pelawat. Akhirnya, diperoleh riwayat-riwayat lisan dari pribumi sendiri
Kedatangan Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah tempat) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada dibawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar.
Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik Ibn Marwan (685-705M), daulah bani Umayyah mulai bangkit kembali untuk merebut Afrika Utara. Khalifah Harun al-Rasyid mengutus Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah. Mereka berkuasa secara independen dengan penguasa yang bergelar Amir dan memepengaruhi kawasan Laut Tengah. Dengan armada laut yang kuat mereka menjadi polisi di Itali, Prancis, Korsika, dan Sardinia. Kemudian mereka menguasai Sisilia dan Malta sampai pulau Creat (Kreta), bahkan sampai di laut Egian.
Afrika Sub-Sahara adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan negara-negara disekitarnya. Afrika Sub-Sahara ini terbagi menjadi dua kategori, eksternal dan internal. Yang pertama, terbagi lagi dalam islam dan eropa dan yang kedua juga terbagi lagi dalam oral dan tulisan. Dalam periode awal hanya ada catatan yang dibuat oleh para ahli ilmu bumi dan sejarawan muslim. Kemudian sejak waktu avonturis Eropa dan para eksplorasi mendarat dipantai Barat Afrika, mulailah meningkat laporan-laporan tentang afrika barat yang disampaikan oleh para pelawat. Akhirnya, diperoleh riwayat-riwayat lisan dari pribumi sendiri
Maryam, Siti,
dkk,. Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:
Lesfi. 2004
Syafii, Maarif,
Ahmad, dan M. Amin Abdullah. Sejarah
Peradaban Islam,
izin share ya akhi,, sangat bermnfaat
BalasHapus