Minggu, 31 Desember 2017

Penawaran Uang Teori Penawaran Uang Tanpa Bank dan Teori Uang Modern



PENAWARAN UANG: PENAWARAN UANG TANPA BANK DAN TEORI PENAWARAN UANG MODERN
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter
Dosen Pengampu:
Ahmad Munir Hamid,. SE,.


Oleh:
Inarotul Ullya            (15053012)
Musfirotul Ullya        (15053023)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2017

KATA PENGANTAR

Dengan mengharap ridlo dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi ekonomi moneter dengan tema “Penawaran Uang: Penawaran Uang Tanpa Bank dan teori Penawaran Modern”.
Makalah ini disusun untuk semua pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi Fakultas Agama Islam supaya bisa memahami secara mendalam tentang penawaran uang: penawaran uang tanpa bank dan teori penawaran modern.
Atas semua ini kami mengucapkan terimakasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Ahmad Munir Hamid,. SE,. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah ekonomi moneter, dan tak lupa kepada teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini, khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Agama Islam. Dan  untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya generasi yang  professional dan unggul.


Lamongan, 04 Oktober 2017
Penyusun





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4
A.  Latar Belakang............................................................................................ 4
B.  Rumusan Masalah....................................................................................... 4
C.  Tujuan......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 6
A.  Penawaran uang tanpa bank....................................................................... 6
B.  Teori penawaran uang modern.................................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................... 11
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 11
B.     Saran ......................................................................................................  11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Uang adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat pembayaran yang sah. Untuk dapat dipakai sebagai alat pembayaran yang sah, uang harus memenuhi tiga fungsi yaitu: sebagai satuan pengukur nilai, sebagai alat tukar dan sebagai penimbun kekayaan.
Dalam teori ini moneter penawaran uang mempunyai arti yang sama dengan jumlah uang beredar. Pada zaman standar emas, penawaran uang hanya bisa ditambah dengan jalan menaikkan produksi emas, tapi memproduksi emas memerlukan biaya.
Penawaran uang tidak bisa ditambah menurut kehendak pemerintah, tapi secara otomatis dibatasi oleh adanya biaya untuk menambah uang tersebut. Bila harga emas naik, maka produsen emas akan cenderung menaikkan emasnya. Ini berarti bahwa penawaran uang semakin banyak, dan ini berarti selanjutnya akan menurunkan harga emas. Keadaan sebaliknya akan terjadi kalau harga emas terlalu rendah. Jumlah uang yang beredar ada diluar kekuasaan pemerintah.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang bagaimana penjelasan penawaran uang tanpa bank yang cenderung lebih menekankan pada emas dan bagaimana teori penawaran modern yang sudah menggunakan otorita moneter dan lembaga keuangan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:
1.    Bagaimana penjelasan penawaran uang tanpa bank?
2.    Bagaimana teori penawaran uang modern?


C.  TUJUAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.   Mengetahui penjelasan penawaran uang tanpa bank.
2.   Mengetahui teori penawaran uang modern .
BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENAWARAN UANG TANPA BANK
Uang beredar bisa turun apabila, misalnya emas dikirim ke luar negeri untuk menutup deficit neraca pembayaran, yaitu untuk membayar barang-barang yang diimpor yang jumlahnya lebih besar daripada nilai barang-barang yang diekspor, atau karena industry-industri yang menggunakan emas dalam produksinya menyedot emas yang ada. Sehingga mengurangi jumlah emas yang tersedia untuk alat pembayaran. Jumlah uang yang beredar bisa naik apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat.
Dalam system moneter seperti itu uang beredar benar-benar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan Pemerintah bank sentral ataupun perbankan tidak  mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang yang beredar. Jadi secara otomatis penawaran uang akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan (permintaan) akan uang.[1]
Versi yang sedikit lain adalah apabila digunakan 2 logam mulia sekaligus sebagai alat pembayaran (misalnya emas dan perak). Dalam hal ini dalil suplai uang yang otomatis menyesuaikan terhadap permintaannya tetap berlaku. Tetapi ada satu dalil lagi yang berlaku. Dalil ini disebut Dalil Gresham atau Gresham’s law yang menyatakan bahwa:
Uang logam yang dinilai terlalu tinggi dibanding dengan biaya  produksi marginalnya cenderung menggeser uang (logam) lainnya sebagai alat pembayaran. Atau menggunakan ungkapan dari Gresham sendiri yang terkenal: bad money drives out good money.

Berlakunya hokum ini bisa digambarkan dengan sebuah contoh. Misalnya Pemerintah menetapkan bahwa nilai mata uang yang terbuat dari 1 gram emas adalah dua kali nilai mata uang yang terbuat dari 1 gram perak, sedang biaya produksi 1 gram emas sebenarnya adalah tiga kali biaya produksi 1gram perak, maka bad money (perak) akan menggeser good money (emas) sebagai alat pembayaran. Orang akan cenderung menukarkan uang peraknya dengan uang emas yang kemudian disimpannya atau dijualnya sebagai logam. Akhirnya hanya uang perak saja yang beredar. [2]
Para ekonom klasik, dalam perumusan teori kuantitatif mereka, umumnya belum terbebas dari bayangan bekerjanya system standar emas. Misalnya, dalam teori kuantitatif dari Irvind Fisher, disana tidak mendapatkan penjelasan bagaimana proses terjadinya pertambahan jumlah uang yang beredar. Pertambahan uang otomatis sampai dan tersebar di tangan masayarakat tanpa ada ceritanya bagaimana bisa sampai kesana. Dalam system standar emas, kenaikan produksi emas dianggap mencapai saku para warga melalui proses ekonomi jual beli emas sebagai barang.
Alfred Marshall termasuk salah satu dari sejumlah kecil ekonom klasik yang sebenarnya menyadari bahwa proses bagaimana tambahan uang tersebut sampai ke tangan masyarakat sangat menentukan macam mekanisme (proses) bagaimana harga akhirnya naik. Apabila tambahan emas, maka menurut Marshall akibat pertama adalah tingkat bunga turun., dan selanjutnya ini akan meningkatkan kegiatan spekulasi dan akhirnya akan meningkatkan harga-harga. Apabila tambahan emas tersebut langsung diberikan kepada masyarakat, maka harga-harga langsung naik, tanpa melalui penurunan tingkat bunga.
Keynes sendiri kurang memberikan perhatian mengenai mekanisme kenaikan jumlah uang yang beredar. Dalam teorinya mengenai pasar uang, jumlah uang yang beredar (penawaran uang) dianggap langsung terjadi di pasar uang, karena teorinya lebih menekankan pada proses kebijaksanaan fiscal deficit yang dianggap sebagai cara yang paling efektif untuk mengangkat perekonomian dari keterpurukan. Dalam hal ini deficit anggaran belanja dibiayai dengan pencetakan uang, dan uang baru ini langsung dibelanjakan oleh Pemerintah dan kemudian sampai ditangan masyarakat. Bahkan sampai zaman Keynes pun, teori penawaran masih belum berkembang dan masih dalam bentuk sederhana.[3]
Ciri-ciri penawaran/Supplay emas pada zaman tersebut :
1.   Jumlah emas/alat tukar yang beredar berubah ubah (bisa turun atau naik) misalnya:
a.    Jumlah emas turun apabila terjadi difisit neraca pembayaran luar negeri untuk pembayaran barang (dikirim keluar karena impor > ekspor).
b.   Terjadi perubahan jumlah emas ini juga bisa dikarenakan adanya peningkatan penggunaan emas untuk produksi lain (perhiasan).
c.    Jumlah Emas juga akan naik jika terjadi surplus pembayaran luar negeri atau ditemukan tambang emas baru.
2.   Uang beredar benar benar ditentukan secara otomatis oleh proses pasar (tidak ada campur tangan pemerintah/otoritas moneter yang melakukan kebijakan moneter).
3.   Penambahan produksi emas (di tambang dan di murnikan) oleh produsen emas mengikuti hukum perilaku produsen/penawaran (mengikuti permintaan dan harga emas tersebut). Jika harga emas tinggi dibandingkan barang yang dipertukarkan, maka produksi emas akan tinggi, namun kemudian jika suplay emas berlebih harga emas akan turun dan suplay nya akan berkurang.
4.   Teory penawaran uang (system emas) belum berkembang dan masih dalam bentuk yang sederhana, karena tidak banyak memerlukan campur tangan untuk mempengaruhi jumlah-nya.[4]
B.  TEORI UANG MODERN
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan pada penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut, apabila harganya rendah. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan.[5] Sedangkan uang (money) adalah serangkaian asset dalam perekonomian yang biasanya digunakan oleh orang untuk membeli barang dan jasa dari orang lain.[6]
Otorita moneter (Pemerintah dan Bank Sentral) merupakan supplier uang inti atau uang primer, sedangkan Lembaga Keuangan (perbankan) merupakan supplier uang sekunder bagi masyarakat. Jadi sebenarnya pasar uang terdiri dari 2 sub pasar, yaitu sub-pasar uang primer dan sub-pasar uang sekunder. Masing-masing mempunyai permintaan dan penawarannya, namun kedua sub-pasar tersebut saling berhubungan satu sama lain. Sub-pasar uang primer bersifat lebih fundamental karena uang sekunder (giral) hanya bisa tumbuh apabila ada uang primer. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang oleh bank (cadangan bank).
Proses terciptanya uang beredar adalah proses pasar, artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan pemerintah belaka. Demikian pula, apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di sub pasar uang sekunder (giral), maka akan dilakukan pula tindakan-tindakan penyesuaian oleh para pelaku pasar uang sampai akhirnya tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar. Oleh karena itu, proses penyesuaian pasar akan terus terjadi sampai kedua sub pasar tersebut mencapai keseimbangan bersama-sama (simultan). Baru apabila keadaan ini tercapai, maka pasar uang secara keseluruhan mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium).
Apabila posisi equilibrium belum tercapai, maka akan terus terjadi proses penyesuaian berupa tindakan-tindakan oleh para pelaku pasar uang. Tindakan ini berupa usaha dari para pelaku tersebut untuk mengubah struktur atau komposisi dari kekayaan yang ia pegang menuju kearah struktur dan komposisi yang ia inginkan.
Misalnya kita menggunakan istilah seorang akuntan, maka apa yang dilakukan pelaku tersebut adalah mengubah nilai pos-pos dalam neracanya, sehingga ia akhirnya mempunyai suatu neraca dengan nilai dari masing-masing pos, persis senilai yang ia inginkan. Jumlah total kekayaan yang tercermin dalam neraca tidak bisa diubah (kecuali apabila ia menambahnya dengan tabungan dari pendapatannya nanti). Namun setiap saat, ia bisa mengubah struktur kekayaannya melalui tindakannya di pasar uang. Jadi apabila ia merasa bahwa terlalu banyak uang tunai (pos kas) yang ia pegang, ia bisa mengurangi jumlah uang tunai yang ia pegang sampai sejumlah yang diinginkan. Kelebihan uang tunai bisa disimpan di rekening giro bank (menambah pos giro dalam neraca) atau sebagai deposito berjangka, untuk membeli saham, membeli tanah atau untuk membeli barang-barang lain.
Tindakan tersebut mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang dan akan berhenti dilakukan apabila semua pelaku pasar uang sudah puas dengan struktur dan komposisi neraca (kekayaan) yang mereka punya. Dalam teori moneter mempunyai istilah khusus bagi proses penyesuaian komposisi neraca, yakni: proses penyesuaian portofolio atau portofolio adjustment.[7]
Besaran tambahan jumlah uang yang beredar tergantung pada sifat dari putaran-putaran penyesuaian. Biasanya tambahan uang yang beredar diakibatkan oleh tambahan uang inti lebih besar daripada tambahan uang inti tersebut. Dengan kata lain, tambahan uang inti sebesar Rp.1,- akhirnya akan menambah uang beredar (bank M1 maupun M2) yang lebih besar dari Rp.1,-. Melalui proses penyesuaian portofolio tersebut, sebenarnya sudah terjadi pelipatan uang beredar, atau terjadi proses multifier. Proses inilah yang merupakan inti dari teori mengenai uang.



BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Teori ini merupakan gambaran ketika perekonomian/pertukaran masih emas yang satu-satunya sebagai alat pembayaran dan belum ada system perbankan yang mempengaruhi alat tukar tersebut. Jumlah alat tukar ini, peredaran dan proses penawarannya dimasayarakat berubah-ubah sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Ciri-ciri penawaran/Supplay emas pada zaman tersebut: Jumlah emas/alat tukar yang beredar ber ubah ubah, uang beredar benar benar ditentukan secara otomatis oleh proses pasar, penambahan produksi emas oleh produsen emas mengikuti hukum perilaku produsen/penawaran, teory penawaran uang belum berkembang.
Otorita moneter (Pemerintah dan Bank Sentral) merupakan supplier uang inti atau uang primer, sedangkan Lembaga Keuangan (perbankan) merupakan supplier uang sekunder bagi masyarakat. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang oleh bank (cadangan bank). Proses terciptanya uang beredar adalah proses pasar, artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan pemerintah belaka. Demikian pula, apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di sub pasar uang sekunder (giral), maka akan dilakukan pula tindakan-tindakan penyesuaian oleh para pelaku pasar uang sampai akhirnya tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar.

B.     SARAN
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, untuk itu saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan pengembangan makalah ini.

 
DAFTAR PUSTAKA

Boediono. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPEF. 1985.
Mankiw, N. Gregory, dkk. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat. 2014.
Rahardjo, Mugi. Ekonomi Moneter. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press. 2009.
Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers. 2009.
http://priyo.staff.gunadarma.ac.id.uang-beredar.pdf.



[1] Mugi Raharjo, Ekonomi Moneter, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2009, hal 57-58
[2] Boediono, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPEF. 1985. hal 119.
[3] Mugi Raharjo, Ekonomi Moneter, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2009, hal 57-60
[4] http://priyo.staff.gunadarma.ac.id.uang-beredar.pdf.
[5] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta:Rajawali Pers 2009, Hlm. 85-86.
[6] N. Gregory mankiw, dkk, Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta: Salemba Empat, 2014, hlm 124.
[7] Mugi Raharjo, Ekonomi Moneter, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2009,  hal 60-62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar