RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN SEJARAH
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan Syari’ah
Dosen
Pengampu:
Dr. H. Khotib Sholeh,. M.Ag,.
Oleh:
Eka Yatimatul Fitriyah (15053005)
Musfirotul Ullya (15053023)
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL
ULUM LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2017
KATA
PENGANTAR
Dengan mengharap ridlo
dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat,
taufiq serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dalam bidang studi hukum perbankan syari’ah dengan
tema “Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah”.
Makalah ini disusun
untuk semua pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi Fakultas Agama Islam supaya
bisa memahami secara mendalam tentang riba
dalam perspektif agama dan Sejarah.
Atas
semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak
M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Dr. H. Khotib Sholeh,. M.Ag,. selaku dosen pengampu dalam mata
kuliah hukum perbankan
syari’ah,
dan tak lupa kepada teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Demikianlah sebagai
pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat
bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini, khususnya bagi
mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Agama Islam. Dan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya generasi yang professional dan unggul.
Lamongan, 24 Oktober
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar
Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Definisi
dan jenis-jenis riba......................................................................... 3
B. Jenis-jenis
barang ribawi............................................................................. 4
C. Konsep
riba dalam perspektif non muslim.................................................. 4
D. Larangan
riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah.............................................. 6
E. Alasan
pembenaran pengambilan riba......................................................... 6
F. Perbedaan
antara investasi dan membungakan uang.................................. 7
G. Berbagai
fatwa tentang riba........................................................................ 7
H. Dampak
negatif riba................................................................................... 8
BAB III PENUTUP...........................................................................................
10
A. Kesimpulan.............................................................................................
10
B. Saran........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Riba
merupakan pendapatan yang diperoleh secara tidak adil. Riba telah berkembang
sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah
ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab
terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah
mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut
biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya
banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak
datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba.
Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah
SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya
pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam riba. Karena riba
menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:
1.
Bagaimana definisi dan jenis-jenis riba?
2.
Bagaimana jenis-jenis barang ribawi?
3.
Bagaimana konsep riba dalam perspektif non muslim?
4.
Bagaimana larangan riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah?
5.
Apa saja alasan pembenaran pengambilan riba?
6.
Bagaimana perbedaan antara investasi dan membungakan uang?
7.
Bagaimana fatwa tentang riba?
8.
Apa saja dampak negatif riba?
C. TUJUAN
Mengacu
pada rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui definisi dan jenis-jenis riba
2.
Mengetahui jenis-jenis barang ribawi
3.
Mengetahui konsep riba dalam perspektif non muslim
4.
Mengetahui larangan riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah
5.
Mengetahui alasan pembenaran pengambilan riba
6.
Mengetahui perbedaan antara investasi dan membungakan uang
7.
Mengetahui fatwa tentang riba
8.
Mengetahui dampak negatif riba
BAB
II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI DAN
JENIS-JENIS RIBA
Riba menurut bahasa adalah ziyadah (tambahan).
Sedangkan riba menurut istilah adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan
dengan prinsip muamalat dalam islam.
Pada fatwa MUI (2004) , mendefinisikan riba yaitu
tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam
pembayaran, yang diperjanjikan sebelumnya. Secara umum makna riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil
dan bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.[1]
jenis-jenis riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing
adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompokpertama terbagi lagi
menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua riba jual beli
terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1.
Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
2.
Riba jahiliyah adalah utang yang dibayar lebih dari
pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
3.
Riba fadhl adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan
kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk
dalam jenis barang ribawi.
4.
Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang jenis ribawi
lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[2]
B. JENIS-JENIS BARANG
RIBAWI
Jenis-jenis
barang ribawi meliputi:
1.
Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam
bentuk lainnya
2.
Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung,
serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam
kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar menukar antar
barang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah
dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat
transaksi jual beli.
2.
Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan
jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang
diserahkan pada saat jual beli.
3.
Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak
disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad.
4.
Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi
diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad.[3]
C. KONSEP RIBA DALAM PERSPEKTIF
NON MUSLIM
1.
Konsep bunga di kalangan Yahudi
Orang-orang yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan
bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old
Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud.
Kitab
Exodus (Keluaran) pasal 22 ayar 25 menyatakan,
“
Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang
miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap
dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”
Kitab
Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan,
“
Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan,
atau apapun yang dapat dibungakan.”
2.
Konsep bunga di kalangan Yunani dan Romawi
Plato (ahli filsafat yunani) mengecam sistem bunga
berdasarkan dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan
perasaan tidak puas pada masyarakat. Kedua, bunga merupakan alat
golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Adapun Aristoteles (ahli
filsafat yunani) menyatakan bahwa fungsi uang merupakan sebagai alat tukar (medium
of exchange). Ditegaskannya bahwa uang bukan alat untuk menghasilkan
tambahan melalui bunga. Ia juga menyebut bunga sebagai uang yang berasal dari
uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi. Dengan
demikian, pengambilan bunga secara tetap merupakan sesuatu yang tidak adil.
Penolakan para ahli filsafat romawi terhadap praktik
pengambilan bunga mempunyai alasan yang kurang lebih sama dengan yang
dikemukakan oleh ahli filsafat yunani. Jadi para ahli filsafat romawi dan
yunani menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Pandangan
demikian itu juga dianut masyarakat pada waktu itu.[4]
3.
Konsep bunga di kalangan Kristen
Agama kristen, dalam perjanjian barunya tidak menyebutkan
permasalahan bunga secara jelas. Namun, sebagian kaum Kristiani menganggap
larangan riba terdapat dalam kitab Lukas:
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah
seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau
berlaku sebagai penagih utang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga
uang terhadapnya.” (Exodus pasal 22 ayar
25)
“Jangan
engkau memberinya uang dengan riba dan jangan engkau meminjaminya
makanan-makanan untuk mendapatkan tambahan.” (Levitikus pasal 25 ayat 35-37)
“Kepada
orang yang tidak dikenal engkau boleh meminjamkan dengan riba, tapi kepada
saudaramu engkau tidak boleh meminjamkan dengan riba.” (Ulangan pasal 23 ayat
19-20)[5]
D. LARANGAN RIBA
DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH
1.
Larangan riba dalam al-Qur’an
ﻴٰٓﺎَﻴﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِيْنَ اٰمَنُوْا لاَ ﺗَﺄْكُلُوا اﻟﺮﱢﺑٰٓﻮﺍ ﺃَﻀْﻌَﺎفًا
ﻤﱡﻀٰﻌَﻔَﺔً ۖ وَاﺘﱠﻘُﻮﺍ ﷲَ ﻠَﻌَﻟﱠﻜُﻢْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran: 130)[6]
2.
Larangan riba dalam Hadits atau
Sunnah
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲُ عَلَيْهِ وَﺴَﻠﱠﻢ ﺁكِلَ اﻟﺮﱢبَا وَمُؤْكِلَهٗ وَكَاتِبَهٗ وَشَاهِدَيْهِ
وَقَالَ هُمْ سَوَٓاءٌ
Artinya: Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw.
Mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang
mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu
semuanya sama.” (HR Muslim)[7]
E. ALASAN PEMBENARAN
PENGAMBILAN RIBA
Sekalipun
ayat-ayat dan hadits riba sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada
beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan
bunga uang. Diantaranya karena alasan berikut:
1. Dalam
keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
2. Hanya
bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan suku bunga yang wajar dan
tidak menzalimi, diperkenankan.
3. Bank
sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian, tidak
terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.[8]
F.
PERBEDAAN INVESTASI DAN MEMBUNGAKAN UANG
Ada dua
perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut
dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
1.
Investasi adalah
kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure
ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak
pasti dan tidak tetap.
2.
Membungakan uang
adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko, karena perolehan
kembaliannya berupa bunga yang relative pasti dan tetap.
Islam mendorong
masyarakat ke arah usaha nyata
dan produktif. Islam mendorong seluruh
masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai
dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori
kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya dari waktu ke waktu tidak
pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada
hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau
pengelola dana.
Dengan demikian, bank islam tidak dapat sekadar
menyalurkan uang. Bank islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return
of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi
pemilik dana.[9]
G. FATWA RIBA
Majelis Ulama Indonesia, dalam Keputusan Ijtima Ulama
Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Faidah) pada
tanggal 22 syawal 1424 H/16 Desember 2003 M, menetapkan bahwa bunga sama dengan
riba, sehingga bunga haram hukumnya. Keputusan ijma’ ulama tersebut berbunyi:
1. Pengertian
bunga (interest) dan riba.
Bunga adalah tambahan yang
dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman
tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo
waktu dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan persentase. Riba
adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran
yang diperjanjikan sebelumnya. Inilah yang disebut riba nasi’ah.
2. Hukum
bunga (Interest).
Praktik pembungaan uang saat ini
telah memenuhi kriteria
riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah Saw. Yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktik pembungaan uang
ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik
pembungaan ini baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian,
koperasi, dan lembaga keuangan lainnya termasuk juga individu.
3. Bermuamalah
dengan Lembaga Keuangan Konvensional.
a. Untuk wilayah yang
sudah ada kantor, jaringan lembaga keuangan syariah tidak diperbolehkan
melakukan transaksi yang didasarkan pada kepentingan bunga.
b. Untuk wilayah yang
belum ada jaringan keuangan syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi
di lembaga keuangan konvensional, berdasarkan prinsip dharurat/hajat.[10]
H. DAMPAK NEGATIF RIBA
Adapula yang menyebutkan dampak negatif riba adalah:
1. Bagi jiwa manusia
Hal ini akan menimbulkan perasaan
egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini
menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih
mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
2. Bagi sosial masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini
akan menimbulkan kasta-kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan
tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang
timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat.
3. Bagi roda pergerakan ekonomi
a. Dampak sistem ekonomi ribawi
tersebut sangat membahayakan perekonomian.
b. Sistem ekonomi ribawi telah banyak
menimbulkan krisis ekonomi.
c. Dibawah sistem ekonomi ribawi,
kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstan,
sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.[11]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Riba menurut bahasa adalah ziyadah (tambahan).
Sedangkan riba menurut istilah adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan
dengan prinsip muamalat dalam islam. Jenis-jenis riba dibagi menjadi empat,
yaitu: riba qardh, riba jahiliyah, riba
fadhl dan riba nasi’ah.
Jenis-jenis barang ribawi meliputi: emas dan perak, dan bahan makanan pokok, seperti beras,
gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan.
Orang-orang yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan
bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old
Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud. Para ahli filsafat
romawi dan yunani menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji.
Agama kristen, dalam perjanjian barunya tidak menyebutkan permasalahan bunga
secara jelas. Namun, sebagian kaum Kristiani menganggap larangan riba terdapat
dalam kitab Lukas.
Larangan riba terdapat dalam
al-Qur’an surat Ali Imran: 130. Sedangkan dalam hadits terdapat pada hadits
berikut yang artinya: Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw. Mengutuk orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (HR
Muslim).
Alasan pembenaran riba adalah dalam
keadaan darurat, Hanya
bunga yang berlipat ganda saja dilarang, dan Bank sebagai lembaga tidak
terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
Ada dua perbedaan
mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Dilihat dari pengertian, Investasi adalah
kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure
ketidakpastian sedangkan Membungakan
uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko.
Majelis Ulama Indonesia, dalam Keputusan Ijtima Ulama
Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Faidah) pada
tanggal 22 syawal 1424 H/16 Desember 2003 M, menetapkan bahwa bunga sama dengan
riba, sehingga bunga haram hukumnya.
Dampak negatif
riba adalah akan menimbulkan
perasaan egois pada diri sendiri, akan menimbulkan kasta-kasta yang saling
bermusuhan, menimbulkan krisis ekonomi, dan lain-lain.
B.
SARAN
Kami berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
makalah ini, untuk itu saran yang membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan dan pengembangan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
2001.
Sjahdeini,
Sutan Remy. Perbankan Syariah.
Jakarta: Kencana. 2014.
Sumar’in.
Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
http://nasrudinmakalah.blogspot.co.id/2014/12/riba-dalam-persppektif-agama-dan-sejarah.html.
diakses
pada tanggal 16 Oktober 2017 Pukul 06:23.
[1] Sumar’in, Konsep
Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm 21-22
[2] Muhammad
Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani, 2001, hlm 41-42.
[3] Ibid,. Hlm
42.
[4] Ibid,.
Hlm 43-45.
[5] Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012, hlm 22
[6] Al-Qur’an,
130.
[7] Muhammad
Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani, 2001, hlm 53-54.
[8] Ibid,. hlm 54.
[9] Ibid,.
Hlm 59-60.
[10] Sutan
Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2014, hlm 168.
[11] Nasrudin,
Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah, 2014, dalam alamat web
http://nasrudinmakalah.blogspot.co.id/2014/12/riba-dalam-persppektif-agama-dan-sejarah.html.
diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 Pukul 06:23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar