Minggu, 31 Desember 2017

Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah



RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN SEJARAH
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan Syari’ah
Dosen Pengampu:
Dr. H. Khotib Sholeh,. M.Ag,.

Oleh:
Eka Yatimatul Fitriyah         (15053005)
Musfirotul Ullya                    (15053023)



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2017

KATA PENGANTAR

Dengan mengharap ridlo dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi hukum perbankan syari’ah dengan tema “Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah”.
Makalah ini disusun untuk semua pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi Fakultas Agama Islam supaya bisa memahami secara mendalam tentang riba dalam perspektif agama dan Sejarah.
Atas semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak terutama kepada Bapak M. Afif Hasbullah, S.H., S.Ag., selaku Rektor UNISDA, kepada Bapak Dr. H. Khotib Sholeh,. M.Ag,. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah hukum perbankan syari’ah, dan tak lupa kepada teman-teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini, khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Agama Islam. Dan  untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya generasi yang  professional dan unggul.


Lamongan, 24 Oktober 2017
                                                                                                        Penyusun



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.  Latar Belakang............................................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.  Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.  Definisi dan jenis-jenis riba......................................................................... 3
B.  Jenis-jenis barang ribawi............................................................................. 4
C.  Konsep riba dalam perspektif non muslim.................................................. 4
D.  Larangan riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah.............................................. 6
E.   Alasan pembenaran pengambilan riba......................................................... 6
F.   Perbedaan antara investasi dan membungakan uang.................................. 7
G.  Berbagai fatwa tentang riba........................................................................ 7
H.  Dampak negatif riba................................................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................... 10
A.    Kesimpulan............................................................................................. 10
B.     Saran........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Riba merupakan pendapatan yang diperoleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam riba. Karena  riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:
1.    Bagaimana definisi dan jenis-jenis riba?
2.    Bagaimana jenis-jenis barang ribawi?
3.    Bagaimana konsep riba dalam perspektif non muslim?
4.    Bagaimana larangan riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah?
5.    Apa saja alasan pembenaran pengambilan riba?
6.    Bagaimana perbedaan antara investasi dan membungakan uang?
7.    Bagaimana fatwa tentang riba?
8.    Apa saja dampak negatif riba?


C.  TUJUAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.   Mengetahui definisi dan jenis-jenis riba
2.   Mengetahui jenis-jenis barang ribawi
3.   Mengetahui konsep riba dalam perspektif non muslim
4.   Mengetahui larangan riba dalam Al-Qur’an dan Sunnah
5.   Mengetahui alasan pembenaran pengambilan riba
6.   Mengetahui perbedaan antara investasi dan membungakan uang
7.   Mengetahui fatwa tentang riba
8.   Mengetahui dampak negatif riba




















BAB II
PEMBAHASAN

A.  DEFINISI DAN JENIS-JENIS RIBA
Riba menurut bahasa adalah ziyadah (tambahan). Sedangkan riba menurut istilah adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.
Pada fatwa MUI (2004) , mendefinisikan riba yaitu tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran, yang diperjanjikan sebelumnya. Secara umum makna riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil dan bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.[1]
jenis-jenis riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompokpertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1.   Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
2.   Riba jahiliyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3.   Riba fadhl adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang  ribawi.
4.   Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang jenis ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[2]

B.  JENIS-JENIS BARANG RIBAWI
Jenis-jenis barang ribawi meliputi:
1.   Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya
2.   Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar menukar antar barang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli.
2.      Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat jual beli.
3.      Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad.
4.      Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad.[3]

C.  KONSEP RIBA DALAM PERSPEKTIF NON MUSLIM
1.   Konsep bunga di kalangan Yahudi
Orang-orang yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud.
Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayar 25 menyatakan,
“ Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”
Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan,
“ Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
2.   Konsep bunga di kalangan Yunani dan Romawi
Plato (ahli filsafat yunani) mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas pada masyarakat. Kedua, bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Adapun Aristoteles (ahli filsafat yunani) menyatakan bahwa fungsi uang merupakan sebagai alat tukar (medium of exchange). Ditegaskannya bahwa uang bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Ia juga menyebut bunga sebagai uang yang berasal dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi. Dengan demikian, pengambilan bunga secara tetap merupakan sesuatu yang tidak adil.
Penolakan para ahli filsafat romawi terhadap praktik pengambilan bunga mempunyai alasan yang kurang lebih sama dengan yang dikemukakan oleh ahli filsafat yunani. Jadi para ahli filsafat romawi dan yunani menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Pandangan demikian itu juga dianut masyarakat pada waktu itu.[4]
3.   Konsep bunga di kalangan Kristen
Agama kristen, dalam perjanjian barunya tidak menyebutkan permasalahan bunga secara jelas. Namun, sebagian kaum Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam kitab Lukas:
 “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.” (Exodus  pasal 22 ayar 25)
“Jangan engkau memberinya uang dengan riba dan jangan engkau meminjaminya makanan-makanan untuk mendapatkan tambahan.” (Levitikus pasal 25 ayat 35-37)
“Kepada orang yang tidak dikenal engkau boleh meminjamkan dengan riba, tapi kepada saudaramu engkau tidak boleh meminjamkan dengan riba.” (Ulangan pasal 23 ayat 19-20)[5]

D. LARANGAN RIBA DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH
1.   Larangan riba dalam al-Qur’an
ﻴٰٓﺎَﻴﱡﻬَﺎ  اﻟﱠﺬِيْنَ اٰمَنُوْا لاَ ﺗَﺄْكُلُوا اﻟﺮﱢﺑٰٓﻮﺍ ﺃَﻀْﻌَﺎفًا ﻤﱡﻀٰﻌَﻔَﺔً ۖ وَاﺘﱠﻘُﻮﺍ ﷲَ ﻠَﻌَﻟﱠﻜُﻢْ تُفْلِحُوْنَ ۝
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran: 130)[6]
2.   Larangan riba dalam Hadits atau Sunnah
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲُ عَلَيْهِ وَﺴَﻠﱠﻢ ﺁكِلَ  اﻟﺮﱢبَا وَمُؤْكِلَهٗ وَكَاتِبَهٗ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَٓاءٌ
Artinya: Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw. Mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (HR Muslim)[7]

E.  ALASAN PEMBENARAN PENGAMBILAN RIBA
Sekalipun ayat-ayat dan hadits riba sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Diantaranya karena alasan berikut:
1.   Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
2.   Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan suku bunga yang wajar dan tidak menzalimi, diperkenankan.
3.   Bank sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.[8]
F.   PERBEDAAN INVESTASI DAN MEMBUNGAKAN UANG
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
1.   Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
2.   Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko, karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relative pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.[9]

G. FATWA RIBA
Majelis Ulama Indonesia, dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Faidah) pada tanggal 22 syawal 1424 H/16 Desember 2003 M, menetapkan bahwa bunga sama dengan riba, sehingga bunga haram hukumnya. Keputusan ijma’ ulama tersebut berbunyi:
1.   Pengertian bunga (interest) dan riba.
Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan persentase. Riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Inilah yang disebut riba nasi’ah.
2.   Hukum bunga (Interest).
Praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktik pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan ini baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya termasuk juga individu.
3.   Bermuamalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional.
a.    Untuk wilayah yang sudah ada kantor, jaringan lembaga keuangan syariah tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang didasarkan pada kepentingan bunga.
b.   Untuk wilayah yang belum ada jaringan keuangan syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional, berdasarkan prinsip dharurat/hajat.[10]

H. DAMPAK NEGATIF RIBA
Adapula yang menyebutkan dampak negatif riba adalah:
1.   Bagi jiwa manusia
Hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
2.   Bagi sosial masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta-kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat.
3.   Bagi roda pergerakan ekonomi
a.    Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
b.   Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi.
c.    Dibawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstan, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.[11]





















BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Riba menurut bahasa adalah ziyadah (tambahan). Sedangkan riba menurut istilah adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam. Jenis-jenis riba dibagi menjadi empat, yaitu: riba qardh, riba jahiliyah,  riba fadhl dan riba nasi’ah.
Jenis-jenis barang ribawi meliputi: emas dan perak,  dan bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Orang-orang yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud. Para ahli filsafat romawi dan yunani menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Agama kristen, dalam perjanjian barunya tidak menyebutkan permasalahan bunga secara jelas. Namun, sebagian kaum Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam kitab Lukas.
Larangan riba terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran: 130. Sedangkan dalam hadits terdapat pada hadits berikut yang artinya: Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw. Mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (HR Muslim).
Alasan pembenaran riba adalah dalam keadaan darurat, Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, dan Bank sebagai lembaga tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Dilihat dari pengertian, Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure ketidakpastian sedangkan Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko.
Majelis Ulama Indonesia, dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Faidah) pada tanggal 22 syawal 1424 H/16 Desember 2003 M, menetapkan bahwa bunga sama dengan riba, sehingga bunga haram hukumnya.
Dampak negatif riba adalah akan menimbulkan perasaan egois pada diri sendiri, akan menimbulkan kasta-kasta yang saling bermusuhan, menimbulkan krisis ekonomi, dan lain-lain.

B.     SARAN
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, untuk itu saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan pengembangan makalah ini.

















DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah.  Jakarta: Kencana. 2014.
Sumarin. Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.


[1] Sumarin, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm 21-22
[2] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm 41-42.
[3] Ibid,. Hlm 42.
[4] Ibid,. Hlm 43-45.
[5] Sumarin, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm 22
[6] Al-Qur’an, 130.
[7] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm 53-54.
[8] Ibid,. hlm 54.
[9] Ibid,. Hlm 59-60.
[10] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2014, hlm 168.
[11] Nasrudin, Riba dalam Perspektif Agama dan Sejarah, 2014, dalam alamat web http://nasrudinmakalah.blogspot.co.id/2014/12/riba-dalam-persppektif-agama-dan-sejarah.html. diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 Pukul 06:23.
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar